Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), terbaru, tentang elektabilitas partai dan bakal calon presiden menempatkan tiga besar partai dengan elektabilitas tertinggi, yaitu: Golkar, PDIP, dan Gerindra. Survei ini dirilis Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS Philips J. Vermonte dalam jumpa pers di JW Luwansa Hotel, Jakarta, Minggu (26/5).
Survei dilaksanakan tanggal 9-16 April 2013, di 31 Provinsi di Indonesia, dengan jumlah responden 1.635, dan dengan tingkat kesalahan sebesar plus-minus 2,42 persen.
Hasilnya, elektabilitas partai-partai politik peserta pemilu di Indonesia adalah berturut-turut sebagai berikut: 1. Golkar 13,2 persen, 2. PDI Perjuangan 12,7 persen, 3. Partai Gerindra 7,3 persen, 4. Partai Demokrat 7,1 persen, 5. Partai Amanat Nasional (PAN) 4 persen, 6. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 3,5 persen.
Kemudian, 7. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 2,7 persen, 8. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2,2 persen, 9. Partai Hanura 2,2 persen, 10. Partai NasDem 1,3 persen, 11. Partai Bulan Bintang (PBB) 0,4 persen, 12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,2 persen. (Sumber di sini)
Salah satu simpulan yang bisa ditarik dari hasil survei ini adalah, gonjang-ganjing kasus dugaan korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) Cs, berpengaruh cukup signifikan menggerus tingkat elektabilitas PKS.
Pasalnya, beberapa survei sebelumnya, yang dilaksanakan Maret 2013 lalu, PKS masih berada pada tingkat elektabilitas kisaran 7,2 persen (Lingkaran Survei Indonesia/LSI) hingga tertinggi 13,2 persen (Rakyat Research and Consulting/RRC).
Mengapa penulis sampai pada simpulan demikian, selain berdasarkan data survei CSIS tersebut, juga berdasarkan analisis perkembangan persidangan Ahmad Fathanah (AF) Cs. Diprediksi, tersebarnya rekaman percakapan LHI-AF akan makin menggerus elektabilitas PKS, bila survei kembali dilaksanakan.
Rekaman percakapan LHI-AF tentang pengaturan kuota impor daging sapi pada persidangan terdakwa Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi di Pengadilan Tipikor, Jumat (17/5), memperlihatkan peranan aktif LHI-AF dalam pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian yang dipimpin kader PKS, Suswono.
Belum lagi heboh pemberitaan soal "fustun-fustun" LHI, yang ternyata satu diantaranya terungkap ke publik berkat pemberitaan media massa, yaitu DM. DM disebut-sebut masih tergolong anak-anak (18 tahun, kelahiran 1994) ketika dinikahi LHI sekitar Oktober-November 2012 lalu. Menurut sumber KPK, ada aliran dana yang diduga hasil pencucian uang dari LHI pada DM.
Perkembangan fakta persidangan di atas masih sangat mungkin menggerus elektabilitas PKS di masa mendatang. Bahkan, bukan tak mungkin elektabilitas PKS menyentuh kisaran 2 persen atau kurang. Akibatnya, PKS terancam tak lolos electoral threshold pada pemilu enam tahun yang akan datang.
(SP)