Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Koalisi, PKB Gagal Paham

14 April 2014   03:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah bertemu capres PDI Perjuangan Jokowi, Sabtu (12/4/2014) kemaren, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar membuat pernyataan melalui media massa bahwa PKB ingin dilibatkan (baca: meminta jatah) penentuan siapa cawapres dari Jokowi. Disebut PKB, ini sebagai syarat pembicaraan selanjutnya (dengan PDIP dan Jokowi).

Dari sana terlihat jelas, bahwa PKB belum apa-apa sudah mengajak "dagang sapi" dengan PDIP dan Joko Widodo. Padahal, sebelumnya PDIP dan Jokowi sudah membuat pernyataan yang cukup tegas, bahwa yang diinginkan pihaknya adalah 'kerjasama', bukan sekedar bagi-bagi kursi (dagang sapi). Langkah ini sebagai koreksi atas tradisi politik dagang sapi terdahulu.

Jokowi hendak memperkuat sistem presidensial, dimana penentuan kursi wapres dan menteri merupakan kewenangan dirinya selaku capres (presiden, jika terpilih). Kewenangan ini bulat, tidak terbagi-bagi dengan tawar-menawar politik dengan partai lain atas nama koalisi. Sebuah sikap politik yang mantap, konstitusional, dan telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi soal pengujian UU 42/2008 tentang Pilpres yang mengamanatkan penguatan sistem presidensial.

Untunglah PDIP dan Jokowi tak terseret permainan politik PKB atau partai-partai lainnya. Terbukti saat PDIP dan Jokowi nampak ekslusif menggodok sendiri kriteria dan nama-nama cawapresnya, tanpa perlu berkonsultasi dengan (calon) mitra kerjasama (koalisi).

Hebatnya, Partai Nasdem-lah yang pertama paham dengan sikap politik PDIP dan Jokowi tersebut. Ini terlihat manakala Surya Paloh sama sekali tak menyodor-nyodorkan nama dirinya untuk dicawapreskan, sekalipun Nasdem dan PDIP sudah sepakat berkoalisi dalam pilpres mendatang.

Nasdem terlihat memahami urgensi memperkuat sistem presidensial yang dianut Indonesia, sekaligus paham posisinya sehingga tidak mementingkan diri-sendiri, melainkan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Partai-partai lain mestinya meniru sikap politik negarawan PDIP dan Partai Nasdem demikian.

Sangat disayangkan bila partai politik di Indonesia masih belum paham juga tentang urgensi penguatan sistem presidensial sebagai amanat konstitusi dan putusan MK. Malah sibuk lobi sana-sini untuk tawar-menawar kursi atas nama koalisi.

(Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun