'Sesat pikir' atau 'kegagalan argumen' merupakan tema menarik dalam pelajaran ilmu logika. Hal ini terjadi karena berbagai sebab. Satu diantaranya adalah keliru menarik kesimpulan karena premis-premis yang dibangun dalam suatu argumen "tidak nyambung". Inilah yang disebut 'Ignoratio Elenchi' atau kesimpulan yang tidak relevan (E. Sumaryono, 2004: 17).
Misalnya, ketika ada yang menanyakan mengapa Foke berfoto seraya menunjukan jari tengah, lantas dijawab karena konspirasi Illuminati dan Freemansonry untuk menghancurkan umat Islam.
Sesat pikir bisa pula terjadi karena menarik kesimpulan bahwa sebuah peristiwa dapat dijadikan sebab bagi peristiwa yang lainnya karena menurut faktanya peristiwa yang pertama secara kebetulan terjadi mendahului yang lain. Kesesatan berpikir bentuk ini biasa disebut 'Post Hoc Ergo Propter Hoc'. (Ibid., h. 16).
Itulah pula yang dilakukan oleh Kompasianer 'fenomenal' Adi Supriadi antara lain dalam artikelnya yang bertajuk "Isu SARA di Pilkada DKI Merupakan Strategi Marketing Ahok?". Tanda tanya yang mengakhiri frase judul artikel ini hanya untuk mengaburkan atau membuat kalimat diplomatis saja, sebab isinya langsung membuat aneka kesimpulan yang sesat pikir tanpa tendeng aling-aling.
Antara lain, Bung Adi menyebutkan: "Penulis mencoba menyampaikan hal-hal yang perlu disampaikan ke Publik, bahwa Konspirasi Politik itu ada, berbentuk drama dan Sandiwara yang dilakukan oleh Para Politisi, terutama Politisi yang Liberalis Sekular." Maksudnya, isu SARA tersebut merupakan konspirasi politik sebagai bentuk sandiwara politisi liberalis dan sekuler.
Pada keseluruhan artikelnya ini, Adi Supriadi menyimpulkan secara terselubung bahwa kampanye SARA yang berseliweran dalam Pilkada Jakarta 2012 merupakan kerjaannya Ahok, seraya menunjukan bukti-bukti cuplikan video Ahok di Metro TV yang diunggah di Youtube, sebelum Pilkada Jakarta, yang memuat wawancara bagaimana Ahok menangani isu SARA dalam karir politiknya terdahulu (sebelum Pilkada Jakarta). Post Hoc Ergo Propter Hoc.
Sesat pikirnya adalah, hanya dengan bukti video tersebut, Adi Supriadi langsung bisa membuat kesimpulan atau mencurigai dengan sangat bahwa kampanye SARA dalam Pilkada Jakarta 2012 merupakan kerjaannya Ahok, sebagaimana tercermin dari kata "menjijikan" dan semacamnya dalam artikel tersebut.
Pun, hanya dengan merefer pada kalimat per kalimat dalam tayangan video tersebut, Adi Supriadi langsung menyimpulkan bahwa Ahok sangat suka isu SARA beredar untuk menjatuhkan lawan politik, sebagaimana tercermin dalam kutipan paragraf terakhirnya ini:
"Saya memulai dari Paragraf Terakhir bahwa Ahok sangat suka jika ISU SARA sudah beredar, Mengapa? Karena sangat mudah menjatuhkan lawan dengan isu SARA terlebih perilaku kandidat lawan jauh dari orang yang beragama, artinya bisa jadi Isu SARA di Jakarta sengaja diciptakan. Jika Anda bertanya, Kok Bisa ya? Inilah Politik Indonesia yang kejam, nista dan tak berpri kemanusiaan, membunuh lawan politik sebelum pertandingan itu dimulai."
Sedangkan faktanya, yang mengemukakan isu SARA tersebut adalah pihak-pihak simpatisan (non tim kampanye) Foke seperti Ketua MUI KH Ma'ruf Amin dan H Rhoma Irama, yang menyoroti Ahok sebagai orang Tionghoa yang beragama Kristen, sehingga pilihlah pemimpin yang seagama (Islam) saja.
Tentu saja suatu penarikan kesimpulan yang tidak relevan. Sebab, dengan memakai logika Adi Supriadi tersebut, artinya KH Ma'ruf Amin dan Rhoma Irama merupakan pion atau pendukung dari Ahok. Hal yang bertolak belakang dengan fakta yang beredar di publik luas.[]