Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pileg Rasa Pilpres

6 April 2014   16:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo dan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2014 terpasang di lobi Gedung RRI, Jakarta, Rabu (26/2/2014). Komisi Penyiaran Indonesia diminta tegas dalam menindak pelanggaran dalam peraturan siaran kampanye yang beberapa waktu terakhir kerap terjadi. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Logo dan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2014 terpasang di lobi Gedung RRI, Jakarta, Rabu (26/2/2014). Komisi Penyiaran Indonesia diminta tegas dalam menindak pelanggaran dalam peraturan siaran kampanye yang beberapa waktu terakhir kerap terjadi. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)"][/caption] Hari ini H-3 menuju pileg tanggal 9 April 2014. Namun suasana kebatinan di tengah masyarakat sudah terasa kental pilpres. Seolah-olah tanggal 9 April mendatang sudah pilpres. Lucunya, seolah-olah yang bertarung 9 April mendatang adalah Jokowi vs Prabowo. Jargon-jargon JKW4P, Prabowo, Win-HT, dan ARB terasa semarak sekali: di baliho, televisi, media sosial, dll. Tahukah masyarakat bahwa pileg 9 April nanti bukan memilih presiden, melainkan gambar partai atau nama-nama caleg? Bagi kalangan partai yang mengusung para kandidat capresnya, tentu saja antara pileg dan pilpres tak dapat dipisahkan. Pasalnya, tanpa perolehan suara cukup (25% suara sah nasional atau 20% kursi DPR) dalam pileg mendatang, maka mereka tak akan bisa mengajukan capres sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain. Sebaliknya, bagi warga pemilih tidak demikian halnya. Bahwa, antara pileg dan pilpres benar-benar dua pemilu yang terpisah: yang satu memilih wakil di parlemen dan yang satu lagi memilih presiden untuk menduduki posisi puncak di pemerintahan. Dua pemilu untuk dua institusi yang terpisah. Pemilu serentak baru akan 2019 mendatang. Ada efek negatif dari segi pendidikan politik, gara-gara jor-joran kampanye pilpres di masa pileg begini, yakni: alih-alih warga diberi informasi yang memadai bagaimana mememilih caleg dari sekian banyak caleg, di momen pileg, ini malah daya ingat politik warga diarahkan untuk memilih presiden. Ada kekawatiran warga akan fokus pada presiden-nya ketimbang caleg yang akan mewakili kepentingan politik mereka di parlemen (DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPD dan DPR). Bukan fokus memilih caleg malah terdistorsi memilih partai, bukan nama-nama caleg, hal mana demi memilih presiden yang dicalonkan partai. Padahal, kualitas caleg tidak selalu diartikan sama dengan nomor urut yang diberikan partainya di dalam lembar kertas suara, dan tidak harus separtai dengan capres jagoannya. Ada kalanya caleg nomor urut buncit malahan yang berkualitas, berkarakter, dan bersih dari transaksi politik berbasis duit. Mungkin juga antara caleg dan capres berbeda partai. Namun, gara-gara fokus coblos partai, demi mengamankan si capres, maka orang-orang berkualitas begini berpotensi terpental. Partai politik ikut bertanggung jawab, kalau tak disebut bertanggung jawab penuh, atas "kekacauan" pileg rasa pilpres ini. (Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun