Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Penghentian Pemeriksaan Anas Janggal

21 Januari 2014   09:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 3244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13902857161345866142

[caption id="attachment_317252" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/ Admin (Kompas.com)"][/caption] Pemeriksaan perdana mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka hari Jumat (14/1/2014) tiba-tiba dihentikan penyidik KPK ketika jawaban Anas selalu mengarah pada SBY. Dikutip dari Tribunnews.com (21/1/2014), kepada Anas ditanyakan siapa yang mengangkat sebagai Ketua Fraksi Demokrat di DPR dan kepada siapa bertanggung jawab. Jawaban Anas, yang mengangkat SBY dan bertanggung jawab ke SBY. Kemudian ditanyakan apa saja tugas Ketua Fraksi dan dijawab Anas bahwa ada dua yaitu mengkoordinir kerja anggota fraksi dan menjalankan tugas-tugas khusus yang diberikan SBY. Sebagai catatan kaki, per tempus delicti (waktu kejadian perkara) kasus Hambalang, Anas menjabat Ketua Fraksi Demokrat di DPR RI, Oktober 2009 s/d Juli 2010. Tidak terkonfirmasi ke media apakah penghentian itu terkait tersangka sakit, penyidik sakit atau tiba-tiba ada urusan lain, atau pemeriksaan hari itu memang sampai di sana. Biasanya, pemeriksaan terkait tupoksi tidak sesederhana itu. Akan ada pendalaman detail tugas dan rujukan dasarnya. Katakanlah penyidik kurang menguasai bahan sebelum pemeriksaan, khususnya menyangkut anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat, sebagai dasar hukum rujukan tupoksi pejabat struktural partai, hal demikian tak jadi masalah berarti andai saja penyidik tahu logika inti pemeriksaan. Penyidik tinggal minta saja pada tersangka agar menunjukkan apa dasar keterangannya, bisa minta diperlihatkan AD/ART, atau minta sebutkan pasal berapa dari AD/ART partai yang mengatur bahwa Ketua Fraksi diangkat dan bertanggung jawab kepada Ketua Majelis Tinggi (SBY) dst. Jangan sampai terjadi penyidik justru disetel atau diarahkan atau tergiring oleh tersangka. Selalu penyidik yang harus pegang kendali. Tidak boleh terjadi penyidik justru "tersedot" wibawa tersangka lalu salah tingkah dan tak tahu lagi harus bertanya apa. Harus diingat, yang diperiksa ini (Anas) adalah orang hebat, tokoh besar dan berpengaruh, serta "licin" layaknya politisi papan atas. Saya coba telusuri AD/ART Partai Demokrat. Ternyata, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI bukan diangkat oleh Ketua Majelis Tinggi (SBY), melainkan diangkat oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP). "Ketua dan Sekretaris Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat, serta Ketua dan Sekretaris Fraksi Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat," tegas Pasal 36 ayat (1) dan dipertegas ayat (4) AD/ART Demokrat. Ayat (4) Pasal 36 AD/ART Demokrat menyebutkan, "Kepengurusan Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat diangkat dan disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat." Hukum harus berpegang pada peristiwa faktual dan yuridis. Bukan pada sisi politis. Mungkin sekali pengangkatan ketua fraksi harus dengan persetujuan politis dari Ketua Dewan Pembina dan Majelis Tinggi (SBY), akan tetapi hal demikian tak bisa dipegang karena tanpa dasar yang jelas. Kemudian, pada ayat (3) Pasal 36 AD/ART Demokrat jelas dan tegas menyebutkan bahwa "Setiap kebijakan atau keputusan harus dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat." Tidak disebutkan di sana kebijakan dan keputusan fraksi harus dikonsultasikan dan mendapat persetujuan Ketua Dewan Pembina dan Majelis Tinggi (SBY). Operasionalisasi organisasi sehari-hari memang dilaksanakan oleh eksekutif (dewan pimpinan pusat) dengan sekretariat jenderalnya, bukan oleh dewan pembina atau majelis tinggi sebagai jabatan atau kolektif jabatan. Sekalipun komposisi majelis tinggi sebuah partai ada berasal dari unsur dewan pimpinan pusat. Secara etika penyidik menolak tersangka menarik-narik orang lain dalam kasusnya, kecuali ada bukti jelas keterlibatan orang lain tersebut. Penyidik fokus pada peranan tersangka dan biasanya akan menegur tersangka yang menarik-narik orang lain dalam gerbong kasusnya tanpa alasan yang jelas. (Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun