Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengacara Kok Disuruh-suruh Klien

9 Januari 2014   06:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13892247651723919615

[caption id="attachment_289141" align="aligncenter" width="600" caption="dallasdwilawyer.org - Ilustrasi"][/caption] Saya paling miris lihat pengacara/advokat yang jadi kacung kliennya. Disuruh-suruh seperti pembantu. Pendapat hukum si pengacara tak dihargai klien. Yang jadi pedoman adalah pendapat kliennya. Semua karena uang. Tak tampak lagi independensi dan kemuliaan profesi. Ada pengacara yang oke-oke saja disuruh nyuap jaksa atau hakim. Bahkan malah ide penyuapan datang dari si pengacara atau dari keduanya, pengacara dan klien sekaligus. Ada pengacara yang mau saja disuruh-suruh mendatangi penyidik supaya kliennya bisa mangkir dari panggilan tanpa alasan yang dibenarkan hukum kecuali sekedar menghindar. Paling parah dalam kasus-kasus pidana yang melibatkan politisi. Bukannya menangani aspek hukumnya, pengacara malah terlihat sibuk melakukan manuver politik yang dipabrikasi kliennya. Pengacara lebih politik ketimbang politisi. Tak ada daya si pengacara untuk mengatakan pada kliennya, bahwa jika penyidik telah memiliki bukti yang cukup dan prosedur telah dilakukan dengan benar, maka si klien harus mengikuti proses hukum dengan didampingi oleh pengacara. Enggak boleh menghindar. Berani mengatakan bahwa perlawanan pada penyidik baru mungkin dilakukan jika hak-hak hukum si klien dilanggar penyidik. Sepanjang hak-hak hukum klien tak dilanggar penyidik maka tak ada alasan untuk menghindari proses hukum. Acap terjadi pengacara tak punya aura karena silau dengan uang. Tak punya daya tekan pada kliennya untuk melaksanakan hukum dengan benar. Malah larut dalam upaya menghindari hukum dengan merekayasa pembelaan di luar hukum. Padahal prinsipnya sangat sederhana. Jika penyidik tak cukup bukti atau peristiwa hukumnya bukan tindak pidana maka pengacara meminta proses penyidikan dihentikan. Sebaliknya jika penyidik punya cukup bukti maka pengacara hanya mendampingi proses hukum klien di penyidikan. Itulah rasional mengapa KUHAP menyebut "Penasehat Hukum" bagi advokat yang mengadvokasi kasus klien dalam proses perkara pidana. Advokat memberi nasehat atau pandangan hukum yang terbaik untuk kliennya. Bukan sebaliknya, malah advokat yang didikte oleh pendapat kliennya. Karena itu, pengacara harus memiliki "power" yang lebih kuat dibidang hukum ketimbang kliennya. Jika pengacara kalah aura dan wibawa di mata klien maka klien yang potensial mendikte arah proses hukum. Sehingga si pengacara yang nampak seolah-olah jadi klien. Berbeda dengan kasus perdata. Kedudukan pengacara memang mewakili kepentingan kliennya. Di sini pengacara bertindak untuk dan atas nama kliennya sepanjang disebutkan dalam surat kuasa. Sehingga klien tak perlu maju sendiri, cukup diwakili kliennya. Dalam perkara pidana tidak bisa begitu. Pengacara hanya mendampingi dan memberi nasehat hukum pada kliennya. Klien tetap harus maju langsung mengikuti semua tahapan proses hukum dengan didampingi pengacara. Pengacara perlu menekan "pedal gas" lebih dalam jika kliennya tidak atau belum sadar posisi. Misalnya, tabiat klien yang kebetulan seorang bos dibawa-bawa ke luar kantor, sehingga dengan entengnya main perintah pada pengacara. Biasa pula terjadi tabiat klien si orang kaya, yang menganggap semua hal didunia ini bisa dibeli dengan uangnya, termasuk harga diri dan kehormatan profesi pengacaranya. Dalam keadaan begini pengacara perlu mengingatkan kliennya dengan baik. Jika hubungan pengacara-klien berkembang jadi tak sehat dan tak bisa lagi diperbaiki maka cara terbaik bagi salah satu pihak atau kedua belah pihak adalah mencabut atau mundur dari surat kuasa. Bagi pengacara itu cara terbaik mempertahankan martabat profesi. Pondasi utama hubungan pengacara-klien adalah kepercayaan. Sepanjang masih ada kepercayaan maka hubungan pengacara-klien layak untuk dipertahankan. Apabila kepercayaan sudah hilang atau menipis kritis maka tak berguna hubungan dipertahankan. Hubungan pengacara-klien yang baik adalah yang mampu saling menjaga kehormatan dengan berimbang. Pengacara mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan berdada tegap karena dihormati dan dipercayai kliennya. Sebaliknya, klien terlindungi hak-hak hukumnya dengan benar, karena pengacaranya cakap dan independen. (Sutomo Paguci)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun