Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pemilu Serentak: Sudah Diputuskan Kok Masih Ribut, Maunya Apa?

25 Januari 2014   09:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:29 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heran. Mengapa para kaum terdidik, pakar hukum, pakar politik, politisi dll masih ribut menolak putusan pemilu serentak yang diketok MK. Pemilu serentak kan sudah diputuskan MK mulai berlaku tahun 2019 mendatang dan putusan MK itu bersifat final dan mengikat (final and binding), tapi masih saja dipersoalkan, maunya apa?

Apa tidak tahu, bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Tidak tersedia upaya hukum apapun terhadapnya. Sehingga tidak ada lagi gunanya mempersoalkan putusan itu. Wong sudah final gitu. Enggak bisa diapa-apain lagi, masbro.

Mengapa adu urat lehernya tidak habis-habisan sebelum putusan diketok. Ini putusan sudah diketok, sudah final, tak ada lagi upaya hukum apapun, masih ribut cari-cari masalah kelemahan putusan itu. Ibarat pepatah Minang, abih cakak silek takana, perkelahian sudah selesai baru ingat jurus silat.

Kebiasaan jelek para pemohon atau penggugat ke pengadilan adalah, tidak sportif. Menyerahkan urusan ke pengadilan untuk diputuskan, tapi giliran dikalahkan dan semua upaya hukum sudah tertutup, malah teriak-teriak menentang putusan itu. Acap terjadi pihak yang kalah mati-matian menentang eksekusi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Prof Yusril Ihza Mahendra selaku salah satu pemohon agar pemilu serentak, selain Dr Effendi Gazali, adalah yang paling keras mempersoalkan putusan MK tersebut.

Apa tidak lebih baik semua warga negara taat hukum, taat pada putusan MK itu, terlepas setuju atau tidak. Toh, dunia tak kiamat gara-gara pemilu serentak 2019. Apalagi sebelum-sebelumnya juga pemilunya tak serentak, bukankah aman-aman saja? Mengapa pemilu serentak ditunda lima tahun saja sudah sedemikian murka, seolah tak ada lagi hari esok.

Pemilu tahun 2014 merupakan pemilu ke-11 sejak pemilu pertama di Indonesia tahun 1955. Tidak ada satu pun dari semua pemilu itu yang serentak. Baru pada tahun 2019 mendatang akan dilaksanakan pemilu serentak. Sejauh ini republik baik-baik saja.

Mengapa tak diambil hikmahnya saja. Bahwa penundaan pemilu serentak 2019 guna menghindari potensi kekacauan teknis dan masalah hukum penyelenggaraaan pemilu yang tinggal sekian bulan lagi. Terlalu beresiko melakukan perubahan revolusioner dadakan. Masa depan bangsa dan negara lima tahun ke depan lebih urgen dijaga keberlangsungannya, ketimbang buru-buru pemilu serentak 2014 ini.

(Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun