Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pantai Nirwana Jadi Lautan Api

30 Mei 2012   07:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:36 1445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1338360651332647242

[caption id="attachment_179742" align="aligncenter" width="600" caption="Foto dan Ilustrasi, sumber: padangekspres.co.id"][/caption] Pantai Nirwana yang indah tiba-tiba menjadi lautan api. Puluhan warga dan Satpol PP Kota Padang datang menyerbu dan membakari puluhan pondok diduga tempat mesum muda-mudi di daerah wisata Taman Nirwana, Bukit Lampu, Bungus, Kota Padang, Selasa (29/5/2012) antara pukul 14.00 Wib hingga 16.00 Wib. Dalam aksi ini, 10 orang jurnalis, 1 orang warga, dan 1 orang anggota DPRD Kota Padang menjadi korban keberutalan diduga anggota Marinir TNI AL. Selain itu, oknum TNI AL tersebut juga merusak sejumlah kamera wartawan, dan melempar tiga sepeda motor ke jurang, masuk laut. Berikut ini adalah rincian korban yang diolah dari data laporan warga yang dikutip harian Padang Ekspres, yang terbit di Padang, Rabu (30/5/2012). WARTAWAN: 1. Budi Sunandar (MNC Group), telinga berdarah, kamera pecah dirampas; 2. Julian (Trans7), dipukuli di bagian punggung; 3. Indra (SCTV), dipukuli di bagian punggung; 4. Jamaldi (Favorit TV), leher dicekik, kamera pecah; 5. Sy Ridwan (Padang Ekspres) diancam, kamera dirusak, memory card kamera dirampas; 6. Erika Martha (Padang TV) dihardik dan diancam; 7. Afriandi (Metro TV) dihardik dan diancam; 8. Deden (Trans TV) dihardik dan diancam; 9. Elsa Trisia (Indo Warta) dihardik dan diancam; dan 10. Maril (Antara) dihardik dan diancam. WARGA: 1. Ayub, mengalami patah tulang rusuk, serta sejumlah rekannya dipukul; dan 2. tiga sepeda motor warga dibuang ke laut. PEJABAT: Asrizal, Anggota Fraksi PAN DPRD Kota Padang, mengalami memar dibagian punggung dan perut. Dari kronologis peristiwa yang terekspos oleh media massa, tergambar dengan jelas ada belasan orang oknum anggota Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yonmarhanlan) II Padang yang melakukan penganiyaan dan perusakan tersebut. Empat orang diantaranya berpakaian dinas Marinir. Sisanya, berpakaian kaos olahraga bertuliskan Marinir di bagian belakangnya. Belasan oknum anggota Marinir TNI AL, yang diduga membekingi kafe di sepanjang pantai Nirwana dan Bukit Lampu, Bungus, Padang, merangsek maju memukuli para jurnalis yang menghentikan kendaraannya sepulang dari meliput razia kafe mesum tersebut. Kendaraan para jurnalis berhenti karena dilempari batu oleh pihak oknum Marinir dari kafe Haris di lereng pebukitan Bungus, tepi jalan yang menghubungkan Padang ke Painan. Sejauh ini, media hanya menyoroti penganiayaan yang menimpa para jurnalis. Hemat penulis, baik jurnalis maupun warga dan pemilik kafe sama-sama korban dari tindakan main hakim sendiri. Apa yang dilakukan oleh oknum Marinir TNI AL tersebut jelas merupakan perbuatan pidana dan pelanggaran kode etik seorang prajurit. Karena itu wajar diusut tuntas baik secara intern maupun secara pidana militer. Pelakunya diseret ke proses hukum. Atasan dari para oknum TNI AL ini pun sebaiknya bertanggung jawab jika terbukti memang anak buah yang melakukan perbuatan tersebut. Disamping itu, warga dan Satpol PP yang melakukan pembakaran terhadap kafe tersebut sebaiknya juga dibebani tanggung jawab hukum. Sebab, harus dipisahkan antara membuka usaha kafe dan perbuatan yang membiarkan terjadinya perilaku maksiat di kafe itu. Membuka kafe sendiri bukanlah pelanggaran hukum. Membuka kafe bukanlah tindak pidana. Kalaupun misalnya kafe tersebut tidak atau belum memiliki izin, maka kategori pelanggarannya adalah administratif. Ada tahapan dan tata cara dalam melakukan penertiban pelanggaran Perda yang bersifat administratif, tidak melibatkan dan membiarkan warga melakukan aksi main hakim sendiri. Sementara, membiarkan perilaku maksiat di kafe, kalaupun itu dinilai sebagai bentuk pelanggaran hukum, maka terlebih dahulu harus diproses hukum. Setelah ada putusan bersalah secara hukum, barulah dilakukan pembongkaran. Membakari kafe warga secara sepihak, sama artinya Satpol PP dan warga telah memposisikan dirinya sebagai polisi, jaksa dan hakim sekaligus.[]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun