Panggil saja saya 'saudara' atau 'bung' (saudara Sutomo atau bung Tom). Itulah panggilan pergaulan sosial paling egaliter dan terbaik, dulu dan sekarang. Saya berterima kasih, misalnya, pada bung Radix WP yang biasa menyebut saya 'saudara Sutomo'.
Panggilan 'pak' itu terkesan feodal, memposisikan diri lebih tinggi. Barusan seorang rekan sesama advokat (usianya lebih muda) memanggil saya 'pak Tom'. Bisa jadi maksudnya menghormati atau mungkin pula pada saat yang sama ia ingin diposisikan setara namun dengan cara yang kurang pas, maksudnya setara, ia ingin juga dipanggil 'pak'.
Panggilan 'abang' atau sejenisnya lebih akrab, akan tetapi tetap memposisikan diri lebih tinggi. Bang Buyung, misalnya, rata-rata orang sudah kenal dengan panggilan ini. Inilah panggilan yang disematkan pada rekan advokat Dr. iur. Adnan Buyung Nasution. Yang lain mungkin juga sering dengar panggilan 'Aa' (Aa Gym yang paling terkenal).
Dari pada dipanggil 'pak' atau 'abang', saya lebih nyaman dipanggil nama langsung, termasuk oleh orang yang lebih muda. Di sebagian orang Melayu seperti saya, contohnya, panggilan antar saudara kandung adalah dengan menyebut nama langsung (jika belum bekeluarga).
Saya memanggil Arsun pada abang kandung saya (namanya Arsunadi). Begitupun saya dipanggil Tomo oleh adik kandung saya. Namun, setelah berkeluarga dan punya anak, saya dipanggil 'Pak Enzi' (Enzi adalah nama anak tertua saya) oleh semua saudara kandung dan famili saya. Begitupun saya memanggil 'Pak Wolpan' (artinya, bapaknya Wolpan) pada Arsunadi abang kandung saya (anak tertuanya bernama Wolpan). Tidak sopan memanggil nama langsung pada orang yang telah berkeluarga dan punya anak.
Sementara itu, dalam pergaulan profesi, saya minta dipanggil 'rekan' saja. Saya pun akan memanggil rekan sesama advokat dengan sebutan yang sama. Demikian Kode Etik Advokat Indonesia menggariskannya.
Hanya saja, tolonglah jangan panggil saya 'haji'. Pasalnya, itulah panggilan sosiologis yang paling memuakkan (maaf) bagiku, ya, ini opiniku--anda juga bebas beropini lain. "Haji X" hai hai! Namun, alasan substansial sebenarnya adalah, saya memang belum haaaaji saudara-saudara.
Artikel terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H