Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mental Inlander Dipecundangi Para Habib

30 Juli 2012   00:53 Diperbarui: 4 April 2017   17:22 12909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PADANG -- Gelar "habib" sedang trend di Indonesia. Hal ini tak terlepas dari sepak terjang para habib dalam melakukan aksi kekerasan atas nama agama dengan wadah ormas Islam yang dipimpinnya. Siapa yang tak kenal Habib Rizieq Shihab dan Habib Salim Al Attas alias Habib Selon (FPI) serta Habib Bahar bin Smith (Majelis Pembela Rasulullah) yang baru saja ditangkap polisi (29/7).

Tidak semua habib gemar melakukan kekerasan atas nama agama dengan tunggangan ormas Islam. Habib Ali Alatas (mantan Menteri Luar Negeri) dan Habib Salim Segaf Al-Jufri (Menteri Sosial Kabinet Indonesia Bersatu II) adalah diantara habib intelek yang anti-kekerasan.

Dikutip dari wikipedia.org, sebuatan atau gelar "habib" dikalangan Arab-Indonesia dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib atau keturunan dari orang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad SAW. Gelar ini terutama disematkan pada orang yang memiliki pengetahuan agama yang mumpuni dari keluarga tersebut. Gelar habib juga biasa ditujukan sebagai panggilan kesayangan seorang cucu kepada kakek dari golongan keluarga tersebut. Diperkirakan ada 1,2 juta orang habib di Indonesia dan 20 juta orang di seluruh dunia. Dahsyat, bukan?

Bagi sebagian masyarakat muslim Indonesia, para habib sangat dihormati karena dianggap memiliki "darah biru" dari klan Nabi Muhammad SAW dan karenanya "otomatis" memiliki pengetahuan agama yang memadai. Saking hormatnya, sampai-sampai diajak melakukan kekerasan dan perusakan pun sebagian umat muslim tersebut tak keberatan. Seolah penghormatan yang telah membuta.

Menarik sekali mencermati teori apa atau setidaknya pandangan ahli dan budayawan bagaimana yang bisa dipakai untuk menjelaskan fenomena ini.

Koentjaraningrat (1978) diantaranya menyebutkan bahwa sikap mental manusia Indonesia bersifat feodal dan senang menerabas. Dengan mentalitas ini, manusia Indonesia cenderung memberi penghargaan dan penghormatan pada orang karena keturunan, gelar, pangkat, priyayi (pegawai) dan kedudukan sosial seseorang lainnya di tengah masyarakat. Selanjutnya, mentalitas menerabas juga membuat manusia Indonesia cenderung serba ingin instan.

Stereotip menarik lainnya diberikan oleh Mochtar Lubis dalam ceramahnya di Taman Ismail Marzuki tanggal 6 April 1977 dan kemudian dibukukan dengan judul Manusia Indonesia. Menurut Mochtar Lubis, salah satu endapan sikap mental yang dimiliki manusia Indonesia akibat dijajah ratusan tahun oleh orang bule dari barat (Belanda, Inggris dan Portugis) adalah mental inlander dan watak yang lemah (lemah kharakter), yang dicirikan mudah goyah, kurang sanggup melakukan kerja otak yang tinggi (hooge geestarbeid), dan sedang-sedang saja dalam segala hal (middelmatig), termasuk dalam bidang agama, gairah kerja, kejujuran, rasa kasihan, dan rasa terima kasih. Tentu saja ini stereotip seorang Mochtar Lubis, dalam banyak hal bersifat kontroversial, akan tetapi menarik dicermati.

Maka, jangan heran orang Indonesia begitu salut dengan apapun yang berbau bule. Ketika bule masuk kampung, wah, orang pada terheran-heran. Apalagi jika bulenya berkuasa atau kaya, bisa manggut-manggut dan membungkuk-bungkuk. Sedangkan terhadap bule kere yang melakukan perjalanan seperti gembel saja (para bagpacker), bisa terheran-heran melihatnya.

Begitupun terhadap apapun yang datang dari Arab, berjubah, berjanggut dan berhidung mancung. Hmm, orang Indonesia cenderung akan hormat. Langsung menyangka ilmu agamanya dalam. Orang jazirah Arab yang bersuhu ekstrim (kadang panas sekali, kadang dingin sekali) cenderung pula berdarah panas dan pandai ngomong agitasi, tambah lagi sebagian manusia Indonesia bermental inlander terkagum-kagum dan langsung jadi "pecundang" (baca: pengikut).

Bayangkan. Orang sekelas Habib Selon saja banyak pengikutnya. Saya kadang cekikikan mengingat kejadian perdebatan Habib Selon dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Ali Musthofa Ya'kub di tvOne beberapa waktu lalu, saat heboh rencana kedatangan Lady Gaga. Waktu itu, Habib Selon gelagapan membaca bahasa Arab dalam kitab Ihya Ulumuddin maha karya hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, yang disodorkan oleh Pak Ya'kub, untuk menegaskan bahwa nahi mungkar dengan kekerasan hanya boleh dilakukan oleh penguasa yang sah (baca: penegak hukum). Habib Selon malah tetap ngotot dengan rujukan kitab karya ketuanya, Habib Rizieq Shihab.

Saya ingin katakan, wahai manusia Indonesia, tinggalkan kebutaan pada para habib pro kekerasan itu. Sadarlah dan bukalah mata. Jangan mau lagi dicucuk hidung akhirnya berujung penjara. Mendingan berdakwah dengan hikmah kebijaksanaan dan pengetahuan, 'kan masih bisa urus anak istri. Lah, ini dipenjara!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun