Penyebab banjir di Jakarta bersifat kompleks, baik berasal dari Jakarta sendiri maupun kawasan di sekitar Jakarta, dan telah terjadi sejak jaman Batavia era VOC. Telah 66 orang Gubernur Jenderal Batavia, ditambah 16 kali kekuasaan Gubernur DKI Jakarta pasca kemerdekaan, namun masalah banjir Jakarta belum jua teratasi.
Mengapa selama ini Pemerintah DKI Jakarta seolah berjalan sendiri dalam menangani banjir? Hemat penulis, yang paling mendasar disebabkan ketiadaan landasan hukum. Peraturan yang ada tidak memadai dan kurang aplikatif untuk "memaksa" institusi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berhubungan dengan penanganan banjir Jakarta.
Itulah mengapa Walikota Depok, yang juga kader PKS, tak bisa "dipaksa" ketika menolak bekerjasama dengan Pemerintah DKI terkait rencana pembelian sejumlah lahan di kawasan Depok untuk waduk buat penanggulangan banjir Jakarta.
Coba, seandainya ada landasan hukum yang jelas tentu cerita menjadi lain. Wako Depok bisa dipaksa dan disanksi bila menolak berperan serta. Hal yang sama pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat dan Banten, tempat berhulunya sungai-sungai besar yang mengalir ke dan menyebabkan banjir di Jakarta.
Begitupun Kementerian PU bisa dikerahkan dengan landasan hukum yang tepat, yakni Peraturan Presiden (Perpres). Selama ini terkesan kuat Pemerintah DKI Jakarta melalui Gubernur Joko Widodo yang nampak keteteran menangani berbagai pekerjaan yang harusnya tugas pemerintah pusat.
Memang sudah ada Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Namun peraturan ini hanya fokus soal penataan ruang. Memang ada disebut penanganan banjir akan tetapi tidak spesifik dan tak jelas pembagian tugas di dalamnya. Dan itupun tak ada sanksi administratif terhadap pelanggaran ketentuannya.
Dengan adanya Perpres maka penanganan banjir Jakarta dapat lebih terpadu antar institusi, antar wilayah administratif, dan antar pemerintah pusat dan daerah. Institusi-institusi ini mulai dari Kepmen PU, Menkeu, Mendagri, Menteri LH, BNPB, Basarnas, TNI, Polri, Provinsi Banten berikut kabupaten/kota terkait, Provinsi Jawa Barat berikut kabupaten/kota terkait, dan DKI Jakarta sendiri.
Perpres juga menghindari politisasi banjir seperti ditengarai banyak pihak saat ini. Di tengah maraknya dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta Jokowi maju sebagai capres pada 2014 mendatang, beberapa politisi yang menduduki jabatan di pusat dan daerah, yang berhubungan dengan banjir Jakarta, nampak seperti menahan diri. Mungkin mereka berpikir; ngapain bantu orbitkan Jokowi.
Harusnya, tidak boleh ada politisasi banjir. Yang boleh adalah melaksanakan aturan untuk tujuan yang jelas: menanggulangi banjir Jakarta.
Ada keanehan. Sebenarnya, soal Perpres penanganan banjir Jakarta sudah diminta oleh Komisi V DPR RI sejak awal tahun 2008 lalu. Menurut informasi di situs Kementerian Pekerjaan Umum (pu.go.id), draf Perpres tersebut telah diserahkan ke Sekretaris Negara untuk disahkan. Apa khabarnya sekarang?
Sesuai UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Perpres adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.