Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kudeta Cebongan

24 Maret 2013   22:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:17 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyerangan pasukan bersenjata ke LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (23/3/2013) dini hari, boleh disebut "kudeta mini". Alasannya, peristiwa ini dilakukan oleh sekelompok orang bersenjata dengan melumpuhkan institusi resmi negara.

Bagaimana sebuah serangan kilat dari 17-an orang bersenjata mampu melumpuhkan sebuah LP. Andai hal yang sama dilakukan pada istana negara dengan kekuatan pasukan 100 kali lipat, mendadak, terencana, dan sistematis. Termasuk melumpuhkan secara serentak seluruh panglima angkatan bersenjata di rumah dinasnya masing-masing. Maka, lumpuhlah kekuasaan negara.

Karena itu, peristiwa Cebongan tidak bisa dianggap biasa. Harusnya fokus pemerintah diarahkan ke peristiwa ini. Bukan malah sibuk menanggapi, membesar-besarkan, dan menyulut tertiupnya isu kudeta atas rencana demonstrasi Majelis Kehormatan Rakyat Indonesia (MKRI), Senin (25/3/2013) besok.

Akar dari tindakan seperti penyerbuan ke LP Cebongan ini barangkali budaya amok dan tipisnya kepercayaan terhadap institusi resmi penegak hukum. Para penyerang menyampaikan pesan yang jelas, jangan main-main dengan kelompok kami, sekaligus ketidakpercayaan pada proses hukum. Nyawa dibayar nyawa. Karena itu, selain penegakan hukum sampai tuntas atas peristiwa berdarah ini, juga perlu mengatasi masalah hingga ke akarnya.

Dalam hubungan ini, rasanya sulit institusi hukum membangun kepercayaan dalam waktu singkat. Ketidakpercayaan pada institusi hukum kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan sudah demikian parah. Korupsi, kolusi dan nepotisme di lembaga hukum dan pemerintahan makin menggerus kepercayaan publik.

Cara tercepat untuk membangun kembali kepercayaan publik yang tergerus ke titik nadir adalah,  dengan pengunduran diri pucuk pimpinan tertinggi penanggungjawab di institusi yang bermasalah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kapolda DIY, dan Kalapas Cebongan. Tak cukup hanya minta maaf seperti dilakukan Menhukham.

Jika kharakter dan nilai-nilai yang dianut ybs belum terbiasa dengan budaya mundur, maka puncuk tertinggi yang mengambil inisiatif pencopotan terhadap mereka. Siapa tahu tak mau mundur karena alasan garis komando (menunggu perintah).

Setelah itu, baru fokus melakukan investigasi pada kelompok bersenjata yang melakukan penyerangan pada LP Cebongan.

Andai kata kelak terungkap dan benar pelakunya dari kelompok TNI, seperti banyak dicurigai publik saat ini, yaitu sebagai wujud balas dendam atas tewasnya Sertu Heru Santoso, prajurit TNI AD Kodam IV/Diponegoro, maka semua pelaku berikut seluruh garis komando di wilayah DIY harus bertanggung jawab secara internal dan secara hukum militer.

Penulis tidak memiliki analisis logis, bahwa pelaku serangan terhadap LP Cebongan dari kalangan sipil biasa. Kemungkinan besar dari kalangan terlatih dan bersenjata. Siapapun mereka yang jelas "berbakat" melakukan kudeta, sebab terbukti mampu melumpuhkan institusi negara sekali gebrak.

(SP)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun