Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih atas kerja keras para Admin Kompasiana, kali ini izinkan saya untuk sedikit membahas kontroversi pembekuan akun Radix WP.
Setelah membaca dengan seksama alasan pembekuan dan sanggahan dari Radix WP lalu dihubungkan dengan ToC Kompasiana khususnya point 10, sanksi yang ideal harusnya tidak sampai pembredelan akun. Paling banter penghapusan konten (d.h. komentar ybs) dan inipun tetap kontroversi juga.
Alasan pembredelan dan sanggahan
Alasan pembekuan akun Radix WP (http://www.kompasiana.com/radixwp) adalah karena komentar Radix WP di http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/12/31/haram-merayakan-tahun-baru-kesia-sia-an dinilai melecehkan agama. Adapun komentar Radix WP tersebut berbunyi sebagai berikut,
“[K]an lbh murah ketimbang biaya umroh.. jk anda menganggap umroh yg mahal itu bermanfaat, maka kembang api juga menimbulkan kegembiraan yg bermanfaat bagi yg menyukainya”.
Atas pengaduan pelecehan agama dan vonis Admin tersebut, Radix WP kemudian mengajukan keberatan/sanggahan (selengkapnya bisa dibaca di sini) yang pada intinya menyatakan bahwa,
"[K]omen tersebut tak beda dengan pilihan antara mendatangi ulama atau mendatangi psikiater demi menenangkan jiwa. Masa lebih memilih psikiater daripada ulama merupakan suatu pelecehan terhadap agama?"
Akan tetapi sanggahan Radix WP tidak diterima Admin dan akunnya tetap dibredel sejak awal 2012 yang lalu. Sebagaimana dikeluhkan Radix WP, sistem Kompasiana tidak memiliki mekanisme naik banding. Vonis Admin bersifat final dan mengikat (final and binding), mirip vonis 9 orang hakim Mahkamah Konstitusi.
Letak kontroversinya
Letak kontroversi vonis Admin adalah pada kesimpulan bahwa komentar Radix WP tersebut di atas sebagai bentuk pelecehan agama. Sementara jika kita baca baik-baik redaksional komentar tersebut, sama sekali tidak ada perdebatan atau nada kalimat yang sifatnya melecehkan agama cq. umroh. Bahwa umroh itu (relatif) mahal, merupakan fakta yang tak terbantahkan. Dan fakta bahwa umroh mahal bukan ditujukan untuk menyerang/melecehkan eksistensi dari ibadah umroh itu sendiri.
Konteks membandingkan umroh dengan kembang api adalah manfaat subjektif. Ada yang merasa umroh sekalipun mahal bermanfaat. Sedangkan pihak lain memandang kembang api juga bermanfaat untuk kegembiraan. Memang, menyandingkan umroh dengan kembang api dalam satu kalimat potensial memicu pembentukan kesimpulan yang prematur. Akan tetapi, orang yang bermain kembang api tidak bisa langsung disimpulkan sebagai melecehkan agama (apa hubungannya?).