Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kolom Tanggapan Sebagai Kontrol Akal Sehat di Kompasiana

17 Juni 2012   04:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:53 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13399057461352168838

[caption id="attachment_183040" align="aligncenter" width="272" caption="Sumber Gambar Ilustrasi: TravelinOma.blogspot.com"][/caption] Kali ini saya mencermati kolom tanggapan di bawah setiap artikel yang ditulis para Kompasianer di Rumah Sehat Kompasiana (RS-K) ini. Dari ratusan atau bahkan ribuan komentar yang berklebatan di dunia maya RS-K tersebut, nampaknya mengerucut pada dua kelompok komentar: yang berdasarkan akal sehat dan emosi irrasional. Dari komentar-komentar tersebut akan terlihat visi dan misi si Kompasianer. Bagaimana visi pribadi, visi interaksi sosial, dan visi bernegara si Kompasianer. Semua jadi kebuka. Ada yang visi pribadinya menuju organisasi massa agama yang kuat dan tak tergoyahkan dari berbagai serangan dan pembentukan opini di media massa cetak dan maya. Untuk mencapai visi itu, ybs akan rutin berkomentar di lapak siapa saja. Menghujat ke sana ke mari. Inti komentarnya: menyerang ormas sama dengan menyerang agama (ormas=agama)! Yang lain bervisi mewujudkan negara berlandaskan syariat agama tertentu. Untuk mencapai misi tersebut salah satunya dengan misi menggiring opini guna delegitimasi Pancasila dan UUD 1945 yang dikatakannya sebagai produk setan (thogut).  Kemudian misi tersebut dioperasionalisasikan lebih lanjut dengan membuat berbagai artikel yang mengarah ke visi tersebut. Dan, yang lebih utama lagi, memberi komentar, beratus bahkan beribu komentar di berbagai lapak, untuk menggiring opini pembaca dan komentator. Ada yang tak pernah bikin artikel barang sebiji jua gara-gara sibuk bikin komentar. Umumnya bernada emosi dan "pokoknya". Yang lain lagi bervisi pejuang agama yang seolah diberi mandat Tuhan untuk membersihkan agama dari anasir-anasir thogut seperti paham liberalisme, pluralisme dan sekulerisme. Untuk mencapai visi itu, ybs akan membuat artikel atau komentar-komentar yang bernada menyerang apapun yang dianggapnya sebagai liberal, plural, dan sekuler sebagai penyakit sepilis. Maksudnya, supaya terbentuk opini bersama bahwa liberalisme, pluralisme dan sekulerisme adalah musuh agama yang wajib diperangi. Artikel dan komentar bervisi dan misi demikian umumnya masih syarat nuansa emosi dan "pokoknya", kurang argumentatif-logis. Di tengah berbagai perang visi dan misi itulah muncul para pengusung akal sehat yang visi dan misinya hanya kebaikan dan tak lebih kebaikan bagi bersama dengan kerangka akal sehat, hukum dan demokrasi yang menyenangkan bagi semua. Di level Kompasiana ingin menciptakan rumah sehat bagi semua. Di negara pun ingin menciptakan rumah sehat bagi semua pula. Negara untuk semua. Pegangan bersama kelompok terakhir ini adalah kontrak sosial dalam Pancasila dan UUD 1945. Kelompok ini sadar bahwa dalam setiap ekspresi pendapat dan seni tetap harus ada norma pijakan bersama yang telah disepakati bersama pula, melalui konsensus, bukan ditetapkan sepihak. Karena konsisten dengan konsensus bersama tersebut, kelompok ini otomatis antikekerasan. Tidak akan pernah mendukung setiap paham yang memaksakan kehendak apalagi dengan cara-cara kekerasan fisik. Mutatis mutandis kelompok terakhir ini tidak akan pernah mendukung setiap upaya untuk mengganti dasar negara dengan syariat agama tertentu demi melampiaskan mimpi kosong. Baginya, negara adalah rumah bersama dan karenanya tidak ada tempat untuk memaksakan agama tertentu mengatur rumah bersama tersebut tanpa konsensus bersama pula. Pertarungan dua kubu tersebut berlangsung sengit dan panjang. Siang dan malam. Gara-gara pertarungan ini, maka warna baju para penulisnya berangsur nampak di pelupuk mata. Ada yang memperlihatkan bajunya secara terus terang, ada juga yang memperlihatkannya secara tanpa sengaja. Dua warna inilah yang saling mengontrol dan menjadikan RS-K seperti pelangi warna-warni yang indah. RS-K tetap RS-K sekali pun dua warna baju terus mengklaim paling benar. Inilah kekayaan demokrasi, sehingga setiap orang dilindungi hukum untuk berpendapat apa saja. Adabnya hanya ini: pendapat saya benar tapi mungkin saja salah, pendapat anda salah tapi mungkin saja benar.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun