Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Agamawan dan Pemerintah Rebutan Lahan

29 Juli 2012   22:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1343601399389046432

[caption id="attachment_190473" align="aligncenter" width="448" caption="Kericuhan massa di makam Mbah Periok, 14/4/2010 (tabloidsensor.co.cc)"][/caption] PADANG -- Sebanyak 62 orang ditangkap polisi dan 23 diantaranya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara kekerasan dan perusakan Cafe De Most saat sweeping ormas Islam Majelis Pembela Rasulullah di kawasan Bintaro Jakarta Selatan, Minggu (29/7) malam. Ikut ditangkap Habib Bahar bin Smith alias Habib Bule selaku Pimpinan Majelis Rasulullah dan dua orang anak-anak. Menurut catatan Polri, Habib Bahar memiliki rekam jejak kekerasan mulai dari penyerangan di makam Mbah Periok April 2010 lalu sampai penyerangan jemaat Ahmadiyah di Kebayoran Lama, Jaksel, tahun 2010. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Habib Bahar dan 22 pengikutnya langsung ditahan di Mapolres Jakarta Selatan. Mereka dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang pengrusakan subsider Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951. Kejadian di atas adalah salah satu contoh terbaru dari aksi main hakim sendiri yang dilakukan kalangan ormas keagamaan. Dengan beringas mereka merazia, merusak, menghancurkan apa saja yang ditemuinya seperti air bah; Dengan senjata celurit, pedang dan stik golf mereka melakukan kekerasan atas nama agama; melakukan hal-hal yang seharusnya merupakan kavling tugas dari kepolisian dan Satpol PP. Ini menjadi pelajaran berharga bagi siapapun termasuk "preman berjubah" bahwa tidak ada tempat bagi aksi kekerasan diluar hukum. Motif agama, moral, mempertahankan tata nilai dan sebagainya tidak menghapus unsur melawan hukum dari perbuatan mereka. Jangankan para habib tukang bikin onar ini, sedangkan polisi saja bisa diadili jika melakukan kekerasan diluar proporsinya saat melakukan penegakan hukum. Sistem hukum telah bekerja dengan benar dan apresiasi patut diberikan kepada Polri atas ketegasan dan kesigapan menegakkan hukum dalam kasus Habib Bahar cs. Sistem hukum telah berkembang cukup rumit tapi rapi. Setiap unsur di dalam negara memiliki peran dan fungsi masing-masing dan tidak bisa saling serobot. Tugas polisi dan Sapol PP tidak bisa diserobot ormas, atas motif apapun. Begitupun sebaliknya tugas kalangan agamawan tidak pantas diserobot kalangan pemerintah, seperti biasa dilakukan Kementerian Agama ikut-ikutan menetapkan tanggal 1 Ramadan dan 1 Syawal tiap tahunnya dan menyatakan aliran keagamaan tertentu sebagai sesat. Tindakan pemerintah demikian dinilai telah keluar dari kittahnya.[] Referensi berita/artikel: - 23 Orang Jadi Tersangka Gara-Gara Sweeping Tempat Hiburan, kbr68h.com - Pimpin Sweeping Kafe di Bintaro, Habib Bahar Ditahan, detik.com - Habib Bahar Akui Perbuatannya Melakukan Sweping Salah, tribunnews.com - Polisi Catat Habib Bahar Pernah Terlibat Kasus Kekerasan Lainnya, detik.com - Menyatakan Syiah Sesat dan Tradisi Sidang Isbat, Kemenag Dinilai Cari Penyakit, Kompasiana.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun