[caption id="attachment_265627" align="aligncenter" width="455" caption="Menteri Perindustrian MS Hidayat | KOMPAS.COM/Sandro Gatra"][/caption]
Menteri Perindustrian MS Hidayat benar-benar mencurigakan. Ia begitu menggebu-gebu mendukung program mobil murah atau low cost green car (LCGC). Lebih nampak menggebu-gebu ketimbang produsennya sendiri.
Padahal, menteri sekedar regulator kebijakan perindustrian. Ada apa? Saking bersemangatnya MS Hidayat sampai mau "berkonflik" dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang kontra dengan program mobil murah.
"Kasih tahu Pak Jokowi, ini juga ditujukan kepada rakyat yang berpenghasilan kecil dan menengah, rakyat yang mencintai dia juga. Harus diberikan kesempatan kepada rakyat kecil yang mencintai Pak Jokowi untuk bisa membeli mobil murah," kata Hidayat di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (12/9/2013), sebagaimana dikutip kompas.com.
Coba, apa tidak lebih baik Menteri Perindustrian ikut berkontribusi benahi transportasi publik, dukung penuh progam pengadaan infrastruktur transportasi darat, program mengatasi kemacetan Jakarta, dan menaikkan standar keselamatan mobil yang beredar di Indonesia. Program-progam ini lebih menyentuh hajat hidup orang banyak.
Ini MS Hidayat malah mendukung program korporasi kapitalis asing.
Tentu saja menjadi pertanyaan banyak orang, tidak terkecuali penulis, apa motivasi sebenarnya dari politisi Golkar ini?
Apakah untuk menjaring pundi-pundi rupiah dari sektor ini buat pendanaan politik tahun 2014? Penulis meragukan alasan demi kebutuhan rakyat kecil tersebut.
Saat ini saja Jakarta sudah macet tidak karu-karuan. Kota Padang yang relatif kota kecil di Sumatera saja sudah merasakan macet cukup parah dalam sepuluh tahun terakhir. Bahkan, jalan By Pass Padang saja sudah macet. Apalagi jika dibombardir dengan mobil-mobil murah.
Kehadiran mobil-mobil berharga diatas Rp150 juta saja, seperti Avanza-Xenia, sudah membuat melesatnya pertumbuhan kendaraan roda empat di jalan raya yang, sialnya, tak diimbangi dengan pertumbuhan pembuatan dan perbaikan jalan raya.
Hal ini sangat penulis rasakan dalam sepuluh tahun terakhir. Maklum, sehari-hari penulis acap menggunakan jalan darat dalam pekerjaan sehari-hari.