Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kabareskrim Mengigau?

8 Agustus 2012   00:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:06 2114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabareskrim Komjenpol Drs Sutarman menyatakan bahwa Polri tidak mempunyai mekanisme untuk menghentikan penyidikan kecuali atas perintah pengadilan. Pernyataan ini ditujukan terhadap penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Driving Simulator di Korlantas Mabes Polri tahun 2011 senilai Rp.196,87 miliar. Sebagaimana diketahui penyidikan ini harusnya telah dihentikan Polri karena kasus yang sama telah disidik oleh KPK (vide Pasal 50 UU No 30/2002 tentang KPK).

Pernyataan Kabareskrim itu keliru. Selama ini Polri sangat biasa menghentikan penyidikan (SP3), itu cerita umum yang nyaris kita dengar tiap hari. Karena itu, sangat dianjurkan Kabareskrim sebaiknya baca lagi UU No 30/2002 tentang KPK.

Ada setidaknya dua mekanisme penghentian penyidikan oleh kepolisian: 1. karena kasusnya diambil alih oleh KPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 8, 9, dan 10 UU KPK, yakni (i) pemberitahuan pengambilalihan oleh KPK; (ii) kepolisian menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain ke KPK maksimal dalam 14 hari kerja; (iii) dibuat dan ditandatangani berita acara penyerahan;setelah itu (iv) segala tugas dan kewenangan beralih dari tangan kepolisian ke KPK; dan (v) otomatis perkara yang ditangani kepolisian berhenti saat itu juga.

2. Karena kasus korupsi yang ditangani kepolisian telah disidik secara bersamaan oleh KPK, otomatis kepolisian tidak berwenang lagi, dan penyidikan tersebut wajib segera dihentikan oleh kepolisian (Pasal 50 UU KPK). Penyerahan berkas perkara dll dapat mengikuti mekanisme Pasal 8 UU KPK tersebut di atas.

Sekalipun rujukan mekanisme penghentian penyidikan oleh kepolisian merujuk pada UU KPK (bukan UU Kepolisian) akan tetapi mekanisme demikian tetap sah. Karena UU apapun sifatnya mengikat publik dan semua institusi negara terkait.

Entah mengapa Kabareskrim mengatakan tidak ada mekanisme penghentian penyidikan. Apakah karena belum baca UU KPK, atau keliru memahami UU KPK, atau lagi mengigau? Entahlah.

Apa yang diutarakan di atas adalah mekanisme penghentian penyidikan perkara korupsi yang ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan hubungannya dengan KPK. Di sini sama sekali tak diperlukan putusan pengadilan sebagaimana kata Kabareskrim.

Dalam perkara lain yang bukan tindak pidana korupsi pun, misalnya tindak pidana umum (pencurian, pemerkosaan, penganiayaan dll), penghentian penyidikan sangat biasa terjadi di kepolisian dan ini tak perlu putusan pengadilan apapun.

Penghentian penyidikan sepenuhnya kewenangan kepolisian, dengan catatan jika perkaranya ternyata tidak cukup bukti, bukan tindak pidana, tersangka meninggal dunia, telah kadaluwarsa, atau nebis in idem (perkara yang sama telah pernah diputus hakim). Penghentian penyidikan demikian diformulasikan dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Masih juga bertahan dengan pendapatmu, Kabareskrim?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun