Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

JIL, Mahluk Apaan Sih?

20 Juni 2012   12:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:44 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Iman yang kuat tak akan takut pada keraguan. Iman yang dangkal dan dogmatis selalu was-was pada pertanyaan dan keragu-raguan." [Ulil Abshar Abdalla]

SEKEDAR PENASARAN dari mana rujukan orang seperti saudara Imam Prasetyo menuduh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang digagas Ulil Abshar Abdalla dkk menyebut Quran sebagai kitab paling porno sedunia, takbirnya berbunyi 'Anjing Hu Akbar', lalu menyebut Gus Dur sebagai ngawur (agamanya). Hal mana seperti selalu diulang-ulang dalam komentar di berbagai lapak seperti di sini. Lebih jauh orang-orang seperti saudara Imam Prasetyo ini bahkan mempertanyakan apakah Ulil dkk masih sholat?

Dalam pada itu, beberapa kalangan juga mendalilkan bahwa Indonesia dan Islam akan damai jika tidak ada JIL. Dibuatlah berbagai agitasi dan provokasi bertajuk 'Indonesia Tanpa JIL'. Benar saja, provokasi tersebut segera dibalas sebagian aktivis penentang dengan agitasi dan provokasi serupa bertajuk 'Indonesia Tanpa FPI' yang bertaburan di dunia maya. Pertarungan makin ramai.

Maka, dimulailah petualangan (kembali) ke rumah-maya-resmi JIL dan Ulil. Sekedar untuk menyegarkan kembali ingatan tentang mereka (JIL dan Ulil). Saya sebut 'mereka', karena saya sendiri bukan aktivis JIL dan pengikut Ulil, hanya intens mengikuti pemikiran mereka sejak lama (sejak tahun 2003-an), sama dengan saya mengikuti pemikiran dakwah HTI, Ahmadiyah, LDII dll. Karena sudah melongok ke tempat mereka secara langsung, bukan mengambil rujukan dari sumber "katanya", jadinya enak untuk beropini.

Dengan sekuat tenaga dan dengan pikiran seterbuka mungkin, saya membaca berbagai artikel yang dikarang oleh kedua belah pihak. Siapa tahu dapat pencerahan. Namun kali ini saya hanya akan menguraikan 'pembacaan saya' terhadap JIL dan khususnya Ulil.

Profil singkat JIL

Saya meluncur ke sumber-sumber resmi JIL. Rumah mayanya adalah website http://islamlib.com, http://ulil.net dan http://gusulil.wordpress.com. Web dan blog ini adalah resmi dikelola JIL dan Ulil Abshar Abdalla. Tujuannya untuk mengetahui benarkah mereka telah merusak kompleks agama yang meliputi keyakinan dan ritual dalam Islam terutama yang tergambar dalam Rukun Iman dan Rukun Islam, dan apakah mereka berpotensi merusak tatanan bernegara.

Saya membaca tulisan pendek yang mengambarkan secara singkat latar belakang dari lahirnya gerakan aktivisme JIL, yang ditulis Ulil, berjudul Menjadi Muslim dengan Perspektif Liberal. Dan banyak lagi mungkin ratusan artikel lainnya, baik di http://islamlib.com maupun http://ulil.net dan http://gusulil.wordpress.com.

Ternyata JIL didirikan di Jakarta bulan Mei 2001. Menurut Ulil, kata “jil” selain enak diucapkan sebagai akronim, juga merupakan kata Arab yang artinya “generasi”. JIL adalah sebuah generasi pemikiran yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Jadi, jelaslah, JIL bukan aliran agama (sekte) melainkan aliran pemikiran biasa saja. Berikut ini dikutip pernyataan Ulil:

Tujuan utama kelompok ini secara umum ada dua. Pertama, melakukan kritik atas pemahaman keislaman yang fundamentalistis, radikal dan cenderung pada kekerasan. Paham-paham semacam ini muncul bak cendawan setelah era reformasi di Indonesia sejak 1998. Bagi saya, paham Islam yang radikal, eksklusif, dan pro-kekerasan ini sangat berbahaya bukan saja bagi masyarakat Indonesia yang plural, tetapi juga bagi Islam sendiri. Sebagai seorang Muslim, saya tidak mau agama saya”dibajak” oleh kaum radikal-fundamentalis untuk mengesahkan kekerasan atas nama agama.

Kedua, untuk menyebarkan pemahaman Islam yang lebih rasional, kontekstual, humanis, dan pluralis. Di mata saya dan teman-teman yang menggagas JIL, Islam harus terus-menerus dikonfrontasikan dengan realitas sosial yang terus berubah. Jawaban yang diberikan oleh agama atau ulama di masa lampau, belum tentu tepat untuk zaman sekarang. Oleh karena, sikap kritis dalam membaca pemikiran Islam yang kita warisi dari ulama masa lampau sangat penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun