Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ha, Abraham Samad Cawapres Jokowi?!

11 Mei 2014   23:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adalah sesat pikir menilai Abraham Samad (atau Mahfud MD) cocok menjadi cawapres Jokowi dengan alasan menguasai bidang hukum dan supaya dapat menuntaskan kasus-kasus besar di Indonesia seperti Century, BLBI, Hambalang, dll. Alasan begini sesat-sesesat-sesatnya.

Alasan lebih kurang sama diusulkan oleh tokoh Nahdlatul Ulama KH Salahudin Wahid atau Gus Solah sewaktu Jokowi berkunjung ke Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur, Sabtu (3/5/2014) lalu. Gus Solah menyarankan Jokowi memilih cawapres yang menguasai bidang hukum. Dugaan Jokowi, "sindiran" Gus Solah ini maksudnya adalah Prof Dr Mahfud MD.

Pasalnya, posisi wapres itu eksekutif (pemerintah). Sebagai eksekutif, wapres tidak boleh (terlarang keras) ikut campur dalam kasus yang sedang ditangani penegak hukum, apalagi di KPK. Berani-berani ikut campur (intervensi) bisa-bisa dimakzulkan.

Justru di posisinya sekarang, ketua KPK, Abraham Samad lebih pas dan leluasa untuk menyelesaikan kasus-kasus besar tersebut. Memang itu tugasnya sesuai undang-undang: pemberantasan korupsi skala besar.

Kalaupun ngebet juga memasukkan Abraham Samad dan Mahfud MD ke jajaran eksekutif di pemerintahan mendatang, maka posisi yang pas bukan wapres, melainkan menteri dengan portofolio di bidang hukum, terutama kementerian hukum dan hak asasi manusia, dan kementerian sekretaris negara.

Presiden tak perlu wapres untuk sekedar "penasehat hukum" atau membereskan masalah hukum. Cukuplah soal begini ditekel oleh kemenhukham dan sekretariat negara. Jika belum cukup juga bisa menyewa konsultan hukum swasta yang independen dan bisa diandalkan.

Biarkan penegakan hukum dilakukan dan dituntaskan oleh penegak hukum---kepolisian, kejaksaan, KPK, pengadilan, dan advokat---yang memang diamanatkan untuk itu oleh undang-undang. Eksekutif enggak perlu ikut campur, merusak tatanan saja.

Eksekutif cukup urus reformasi birokrasi di eksekutif, termasuk melenyapkan KKN di tubuh birokrasi, enggak usah nyrempet-nyerempet ikut campur urusan penegakan hukum oleh lembaga yudikatif. Bahaya bila eksekutif intervensi yudikatif. Tentunya hal begini dipahami oleh politisi sekelas Jokowi, namun bukan mustahil pandangan demikian menjadi fenomena bola salju di tengah masyarakat.

Seperti kata James Carville, yang kemudian diadopsi oleh kampanye Bill Clinton tahun 1992 lalu, "It's the economy, stupid!" Ini yang utama dibereskan oleh pemerintah. Soal penegakan hukum biarlah menjadi kavling kekuasaan yudikatif.

Sebagaimana luas diberitakan, cawapres Jokowi sudah mengerucut menjadi dua nama yaitu Jusuf Kalla dan Abraham Samad. Memang ini masih sas-sus karena belum ada kepastian dari Jokowi maupun PDIP. Namun bukan mustahil dua nama ini benar adanya.

(Sutomo Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun