Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Giliran Kejagung Dibidik KPK

3 September 2012   15:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1346683198475225050

[caption id="attachment_196992" align="aligncenter" width="360" caption="Marwan Effendi. Foto: Republika/Yogi Ardhi"][/caption] Ternyata, tidak hanya para petinggi Korlantas Mabes Polri yang dibidik KPK. Melainkan juga petinggi Kejaksaan Agung. Diberitakan, dua bulan terakhir KPK terus dalami laporan dugaan korupsi Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) berinisial "ME". Pelapornya adalah pengacara terpidana kasus BRI, Hartono, yaitu M Fajriska Mirza alias Boy. Informasi terakhir ME sudah meminta damai pada Boy melalui perantara pihak ketiga. Tidak tanggung-tanggung sangkaan yang disematkan pelapor Boy Fajriska kepada ME adalah penggelapan barang bukti kasus korupsi Bank BRI yang terjadi pada 2003 silam sebesar Rp.500 miliar. Waktu itu, ME masih menduduki jabatan sebagai Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta. Menurut penuturan Jaksa Agung Basrief Arief, nasib Jamwas ME akan diputuskan pasca Idul Fitri, artinya saat sekarang ini. Laporan Boy Fajriska tersebut disebarluaskan lebih lanjut oleh akun Twitter @TrioMacan2000. Karena itu, ME melaporkan balik Boy Fajriska dan pemilik akun @TrioMacan2000 sebagai telah mencemarkan nama baik. Terkait hal ini, ada beberapa poin penting yang sebaiknya dicermati oleh Polri, Kejagung, dan KPK terkait lapor-melapor antara Boy Fajriska dan ME. Dimana yang sebaiknya diutamakan penanganannya adalah laporan Boy Fajriska, karena sangkaannya lebih serius (korupsi) dengan ancaman pidana jauh lebih berat dibandingkan pencemaran nama baik yang dilaporkan ME. Jangan sampai kebalik-balik. Misalnya, justru laporan ME yang diutamakan. Hal demikian bukan saja tidak tepat secara asas kebijaksanaan dalam penegakan hukum, akan tetapi juga dapat menimbulkan efek pertakut bagi masyarakat yang ingin berperan serta dalam pemberantasan korupsi. Nanti menguat anggapan jika melaporkan dugaan korupsi pejabat tinggi malah si pelapor yang jadi tersangka. Berabeh. Selanjutnya, kalaupun uang yang diduga digelapkan ME sebesar Rp.500 miliar tersebut dikembalikan oleh yang bersangkutan kepada pemilik uang tersebut, maka pengembalian uang tersebut tidak menghapus sifat melawan hukum dari perbuatan yang bersangkutan. Hal ini karena tindak pidana korupsi merupakan delik formil. 'Delik formil' adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang dalam perundangan. Dengan telah dilakukannya suatu perbuatan koruptif sebagaimana dirumuskan undang-undang maka delik sudah dianggap selesai sempurna. Dalam hal ini, sekalipun kerugian (uang) kemudian dikembalikan, akan tetapi tidak menghapus sifat melawan hukum perbuatan. Inilah bedanya dengan 'delik materil', seperti pembunuhan, yang menitikberatkan pada akibat dari suatu perbuatan (misalnya, matinya orang lain) sebagai patokan selesai atau terpenuhi unsur delik. Kembali ke terlapor ME. Diberitakan juga bahwa bukti-bukti terkait laporan Boy Fajriska telah diserahkan ke KPK. Selain bukti dari pihak Boy Fajriska tersebut, ada satu lagi bukti otentik yang tak kalah penting. Yakni, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan kredit tahun buku 2004/2005. Ada 20 temuan hasi audit BPK tersebut. Diantaranya adalah pemberian kredit kepada nasabah yang tidak sesuai dengan prosedur dan penerimaan transfer masuk melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Timur dan Dapenbun (Dana Pensiun Perkebunan) pada BRI cabang Senen yang berpotensi rugikan BRI sebesar Rp 190,55 miliar. Temuan ini terkait dengan kasus korupsi BRI yang menjadi barang bukti dan diduga digelapkan ME. Dengan demikian, ME boleh dikatakan berada di ujung tanduk. Apresiasi kepada KPK yang terus giat memberantas korupsi di simpul-simpul penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan). Inilah simpul korupsi paling berbahaya sesudah korupsi politik. Selanjutnya mudah-mudahan KPK bergerak ke pengacara hitam kelas kakap.[] --------------- Referensi: gatra.com, Nasib Jamwas Marwan Effendi Diputus Pasca-Idul Fitri republika.co.id, KPK Pelajari Laporan Korupsi Marwan Effendi ------------, Boy Fajriska Ngaku Diajak 'Damai" Marwan Effendi ------------, Hasil Audit BPK Perkuat Dugaan Penggelapan JAM Was

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun