Ia tidak terus menerus menulis status media sosial dll yang melulu nyinyir; semua yang dilakukan Jokowi dan pemerintah sebagai negatif. Sebab jika ia melakukan itu maka ia kelihatan tolol: belum menerima kekalahan, belum move on, masih dendam.
Sesekali saja menyorot negatif dalam bentuk kritik argumentatif tentu bukan soal. Dan ini biasanya dapat diterima oleh siapapun, termasuk pemilih Jokowi-JK. Saya kenal cukup banyak pemilih Prabowo-Hatta yang cerdas begini.
Dari semua pemilih Prabowo-Hatta yang tercerdas tentu saja Prabowo-Hatta sendiri. Keduanya sudah mengakui kekalahan dan secara terbuka menyatakan mendukung program pemerintah yang baik.
Sudah barang tentu bukan kelas Prabowo-Hatta terlihat tolol. Paling hanya di awal-awal pengumuman KPU, saja, Prabowo nampak belum menerima kekalahan. Setelah semua jalan tertutup maka ia dengan cepat bangkit. Tidak pernah Prabowo-Hatta terus menerus menyorot negatif segala hal yang dilakukan pemerintah.
Dari survei Kompas 25 Juni-7 Juli 2015 ada 49,1% pemilih Prabowo-Hatta menyatakan puas dengan kinerja pemerintah. Artinya, hampir separuh pendukung Prabowo-Hatta melihat kinerja pemerintah sudah di jalur yang benar. Selebihnya melihat sebaliknya.
Masuk akal bila cukup banyak pemilih Prabowo-Hatta yang mengapresiasi kinerja pemerintah. Ini antara lain terlihat di time line media sosial.
Selain dan selebihnya, pemilih Prabowo-Hatta masih melulu nyinyir. Tiap sebentar statusnya menjelek-jelekan pemerintah. Orang cerdas tentu bisa membedakan muatan dan energi negatif vs kritik membangun dari sebuah tulisan di media sosial.
Menanggapi hal demikian, sebagian pemilih Jokowi-JK memilih untuk mendiamkan status pemilih Prabowo-Hatta yang terlihat belum menerima kekalahan tersebut. Dibiarkannya si nyinyir pemilih Prabowo-Hatta monolog di klan mereka sendiri. Dijadikan tontonan yang menarik.
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H