Berkendara 10 jam, jalan kaki 3 hari, bermalam di tengah rimba banyak harimaunya, demi menikmati air terlezat di dunia ini.
Mungkin ini agak lebay. Tapi itulah kenyataannya. Dimana sudah saya utarakan pada tulisan terdahulu (lihat di sini), bahwa selalu ada alasan untuk mendaki gunung Kerinci, di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Pulau Sumatera, Indonesia.
Salah satu alasan itu adalah: untuk menikmati air suci, air mineral alami di puncak gunung yang tersembunyi, air paling lezat yang pernah saya minum seumur hidup. Saking lezatnya, saya sampai kesulitan untuk melukiskannya dengan kata-kata.
Saya juga telah menikmati air alami di rimba-rimba tersembunyi, di ceruk-ceruk telaga, di lembah-lembah angker yang sunyi, di tempat-tempat yang tak pernah di sangka orang. Namun semua air tersebut belum mampu mengalahkan candu air di puncak gunung Kerinci ini.
Sungguh ajaib. Air yang bersumber dekat sekali dengan kawah gunung berapi tapi tidak berbau belerang sedikit pun, terutama saat airnya jernih, yaitu ketika ceruk sumber airnya tidak tersapu air bah saat hujan lebat.
Namun, seolah telah menjadi pakem, hukum besi, di manapun, bahwa sesuatu yang enak, sesuatu yang indah, selalu sulit untuk dicapai. Butuh perjuangan ekstra besar untuk mendapatkannya. Dalam batas tertentu, butuh perjuangan bertaruh nyawa. Tapi menantang. Dan berhadiah!
Perjuangan baru dimulai. Setelah mendaftar, biasanya menjelang atau setelah siang, jalan kaki pun dimulai. Tak lama berjalan kemudian akan masuk ke rimba belantara yang lebat dan lembab, masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), warisan dunia UNESCO.