Tulisan ini merupakan seri aturan dasar tak tertulis saat berkegiatan di luar ruang (outdoor), khususnya mendaki gunung, berkemah, dan lainnya. Sengaja ditayangkan acak dengan beberapa pertimbangan.
Ironisnya, aturan dasar tersebut sering kali dilanggar, seolah membenarkan stereotip "aturan untuk dilanggar."Efeknya bisa saja fatal.
Berkegiatan di alam liar seperti menempuh rimba atau mendaki gunung sangat terkait dengan faktor mental atau kejiwaan terutama mengelola rasa takut.
Tentu kita biasa mendengar alasan seseorang takut diajak berpetualang ke dalam rimba atau ke gunung yang sepi.
Saat berpetualang seorang diri makin dibutuhkan pemahaman yang solid tentang anatomi rasa takut, bagaimana bentuk dan sumbernya, serta bagaimana rasa takut menginfeksi pikiran dan jiwa seseorang.
Berbeda dengan petualangan yang dilakukan berkelompok, potensi ancaman eksternal bisa dihadapi bersama. Ini membuat rasa takut terhadapnya menjadi minimal.
Dengan menguasai anatomi rasa takut, kita bisa berpetualang di alam liar dengan riang dan rasional.
Rasa takut itu sendiri merupakan mekanisme pertahanan dalam pikiran dan jiwa menghadapi ancaman eksternal, seperti rasa sakit, kematian, kehilangan harta benda dan lain sebagainya.
Rasa takut di alam liar biasanya dikaitkan pada ancaman eksternal atau di luar diri manusia, yang sifatnya spesifik, jelas objek sumber rasa takutnya, misalnya badai, jurang, harimau, ular, dan sebagainya.
Bila "ancaman" itu tidak spesifik atau tidak jelas asal atau sumbernya, maka lebih tepat disebut sebagai kegelisahan biasa.