Dari sudut pandang subjek manusia yang memiliki rasa takut itu sendiri, rasa takut yang dialami ada yang bersifat rasional dan irrasional.
Rasa takut rasional adalah rasa takut atas ancaman eksternal yang bisa dicerna dengan akal sehat atau dapat dijelaskan secara ilmiah atau bersifat terukur, misalnya hipotermia, serangan harimau, ular, dst.
Sedangkan rasa takut irrasional merupakan rasa takut atas ancaman "eksternal" di luar akal sehat atau tidak bisa dijelaskan secara ilmiah atau tidak terukur, misalnya takut pada hantu, roh halus penunggu gunung, dan sebagainya.
Para petualang mesti bisa membedakan rasa takutnya apakah rasional atau irrasional. Rasa takut irrasional bisa diabaikan.
Sementara rasa takut rasional mesti dikalkulasi kemungkinan terjadinya. Bila kemungkinan terjadinya besar, pegiat alam liar bisa memberi respon yang seimbang, misalnya menyiapkan alat penangkal atau pergi menghindar.
Persoalan yang sering dihadapi banyak orang adalah, ia membiarkan dirinya diinfeksi oleh rasa takut yang sifatnya tidak masuk akal, bisa saja karena faktor pemahaman atau mental yang lemah.
Tidak mau mendaki gunung karena takut kesurupan roh halus yang ada di gunung. Tidak mau berkemah di rimba karena takut disesatkan oleh mahluk tak kasat mata. Banyak lagi contoh rasa takut yang irrasional.
Maka, ada benarnya anggapan bahwa orang sebenarnya tidak takut sendirian di alam liar, ia hanya takut kalau tidak benar-benar sendirian. Orang tidak takut ketinggian, ia hanya takut jatuh.
Mengetahui anatomi rasa takut membuat kita dapat berpikir rasional dan memilih reaksi yang juga rasional.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H