SEBAGIAN masyarakat sangat mungkin belum tahu perbedaan antara advokat dan pengacara. Bahkan ada yang menganggap keduanya memiliki makna yang sama atau sinonim. Mana yang benar?
Sejak berlakunya UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat ("UU Advokat"), istilah yang benar secara hukum yang berlaku di Indonesia adalah "Advokat". Dengan kata lain, kini ada penyeragaman berbagai istilah untuk profesi ini menjadi satu, yakni Advokat.
"Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini," tegas Pasal 1 angka 1 UU Advokat.
Berbeda dengan kenyataan yang dipahami sebagian masyarakat. Walaupun UU Advokat sudah berlaku 19 tahun lebih sejak tulisan ini diterbitkan, tapi penggunaan istilah pengacara masih sering digunakan, sehingga sering ditulis "advokat/pengacara" atau "pengacara" (saja).
Sebelum berlakunya UU Advokat, memang berlaku sebutan "pengacara" atau "pengacara praktek", yakni untuk orang yang memilik izin beracara terbatas di wilayah kerja Pengadilan Tinggi (lingkup provinsi) yang mengeluarkan izin prakteknya.
Sedangkan sebutan "advokat" sebelum berlakunya UU Advokat dikhususkan untuk orang yang memiliki izin beracara di seluruh Indonesia yang izinnya dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman.
Pada waktu itu baik advokat maupun pengacara boleh menangani perkara hukum apa saja baik pidana, perdata, tata usaha negara dan agama di seluruh institusi penegak hukum sesuai wilayah kerjanya.
Khusus perkara pidana, sebutan untuk advokat atau pengacara dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah "Penasihat Hukum".
Dengan berlakunya UU Advokat, sebutan "Penasihat Hukum" harusnya mengikuti aturan hukum yang terbaru, yakni Advokat, namun karena KUHAP tersebut belum juga diperbarui atau direvisi maka dalam praktik perkara pidana sebutan "Penasihat Hukum" masih eksis digunakan.
Nah, di antara sebutan "advokat", "pengacara", dan "penasihat hukum" tersebut, manakah yang sebaiknya digunakan dalam penulisan ilmiah atau berita media massa?