Kendaraan saya bawa hingga mendekati pintu rimba. Di sini saya pemanasan sejenak. Pukul 12.18 treking dimulai. Cuaca cerah berawan. Puncak gunung Kerinci tidak terlihat jelas karena tertutup kabut.
Selang beberapa menit saya tiba tepat di gerbang pintu rimba yang menjulang. Di gerbang ini banyak ditemui papan bertuliskan peringatan, sebaiknya dipatuhi para pendaki.
Tanpa istirahat di pintu rimba, saya terus berjalan. Udara terasa sejuk. Suasana hutan hujan tropis nampak tenang dan damai. Cicit burung dan suara aneka satwa mulai mewarnai perjalanan.
Sungguh disayangkan masih terdengar suara mesin chainsaw di dalam rimba TNKS, seperti samar-sama terdengar suaranya dalam video di akhir tulisan ini.
Salah satu masalah serius TNKS adalah pembalakan liar yang dilakukan oleh warga lokal dan pendatang. Pembalakan bahkan telah masuk hingga jauh ke dalam lereng gunung Kerinci.
Di pintu rimba, seperti nampak di foto, sebenarnya bukan batas hutan TNKS. Batasnya cukup jauh di bawah. Bayangkan, di sekitar pintu rimba saja sudah menjadi peladangan warga, apalagi di bawahnya.
Patok batas hutan lindung TNKS ada di ujung jalan dekat kedai tempat saya biasa berhenti pemanasan sebelum memulai treking. Di sini hutan lindung TNKS telah berubah menjadi ladang penduduk lokal sejak bertahun-tahun lamanya.
Keadaan ini cukup ironi dan memalukan di hadapan hukum, negara dan dunia internasional.Â
Pasalnya, TNKS dengan luas 13.750 km2 atau 1.389.509,867 ha sudah lama ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO (World Heritage Site) Kluster Hutan Hujan Tropis (Cluster Tropical Rain Forest) sejak tahun 2004 dan Taman Warisan ASEAN (ASEAN Heritage Park) sejak tahun 2003.