"Dinding itu sarana umum yang terbatas. Sedangkan publik itu banyak dan beragam. Jika corat coret mural dianggap hak warga, bagaimana warga lain yang ingin corat coret itu beda, atau ingin menghapus? Karena ada di sarana milik umum, mural sebaiknya untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu."
Demikian twit @henrysubiakto (Prof Henry Subiakto), Guru Besar FISIP Unair, 26 Agustus 2021 pukul 8.14.
Ajakan Gejayan Memanggil untuk membuat mural di fasilitas umum, misalnya, jelas bukan hak. Itu ekspresi seni yang jahil atau pandir bahkan mengarah ke pelanggaran hukum dimana pelakunya bisa dituntut. Bila tanpa izin.
Termasuk membuat mural di properti milik orang lain, seperti dinding rumah, dinding halaman, pintu halaman, dinding pagar kebun, dan sebagainya. Merupakan ekspresi seni atau kritik yang jahil. Bila tanpa izin pemiliknya.
Hak di sini diartikan sebagai keputusan atau wewenang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan menjadi kewajiban pihak lain untuk menghormatinya.
Konsekuensi bukan hak, si pembuat tidak berhak melarang bila ada orang yang mau menghapus mural demikian. Tidak ada alasan hukum pembuat mural untuk menuntut siapa saja yang menghapusnya.
Termasuk setiap orang bisa saja menambahi, mencoret, merusak setiap mural di fasilitas umum. Tanpa hak bagi pembuat untuk melarangnya.
Berbeda halnya membuat mural di dinding milik sendiri. Itu baru hak si pembuat. Tidak ada hak orang lain untuk menghapusnya, kecuali mural itu terindikasi melanggar peraturan perundang-undangan.
Banyak kok penyedia jasa lukis pembuatan mural untuk dinding rumah pribadi, kantor dan lain-lain. Tentu konsepnya legal karena atas izin yang berhak/berwenang.
Penghapusan mural di properti pribadi yang terindikasi melanggar hukum haruslah dilakukan sendiri oleh pemilik atau aparat sesuai kewenangannya masing-masing.Â
Penghapusan mural yang melanggar peraturan daerah dilakukan oleh Satpol PP. Dengan catatan bila peraturan perundang-undangan mendelegasikan penghapusan sebelum atau tanpa putusan hakim.
Karena itu, anggapan penghapusan mural di fasilitas umum sebagai bentuk pembungkaman kritik dinilai berlebihan.Â
Setiap orang bebas memberikan kritik termasuk mural. Tetapi tidak bebas kalau sudah menyangkut fasilitas publik atau fasilitas umum. Karena di sana ada hak publik. Hak publik, bukan hak per orangan.
Kreator bisa membuat jenis kritik mural yang kira-kira bisa diterima publik tanpa kecuali, yang mewakili perasaan dan kepentingan publik, walaupun tanpa izin, seperti mural atau graffiti di bawah ini.
Mural atau graffiti yang mewakili perasaan umum bangsa (bukan hanya satu kelompok kepentingan) itu saja tidak menjadi hak bagi pembuatnya. Siapa saja bisa menghapus atau merusaknya tanpa kuasa atau hak bagi pembuat untuk melarangnya.
Kalaupun mau membuat mural tanpa izin di fasilitas umum maka buatlah untuk kepentingan bersama. Tapi jangan marah kalau tetap dihapus. Paling kurang tidak berakibat sanksi pidana yang serius.
Akhir kata, hak atas kebebasan berpendapat termasuk kritik dengan media mural tetap dilindungi konstitusi. Hanya saja bila dilakukan di fasilitas umum maka bukan hak dan akan terikat pada koridor hukum untuk menjaga fasilitas umum.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H