Penghapusan mural yang melanggar peraturan daerah dilakukan oleh Satpol PP. Dengan catatan bila peraturan perundang-undangan mendelegasikan penghapusan sebelum atau tanpa putusan hakim.
Karena itu, anggapan penghapusan mural di fasilitas umum sebagai bentuk pembungkaman kritik dinilai berlebihan.Â
Setiap orang bebas memberikan kritik termasuk mural. Tetapi tidak bebas kalau sudah menyangkut fasilitas publik atau fasilitas umum. Karena di sana ada hak publik. Hak publik, bukan hak per orangan.
Kreator bisa membuat jenis kritik mural yang kira-kira bisa diterima publik tanpa kecuali, yang mewakili perasaan dan kepentingan publik, walaupun tanpa izin, seperti mural atau graffiti di bawah ini.
Mural atau graffiti yang mewakili perasaan umum bangsa (bukan hanya satu kelompok kepentingan) itu saja tidak menjadi hak bagi pembuatnya. Siapa saja bisa menghapus atau merusaknya tanpa kuasa atau hak bagi pembuat untuk melarangnya.
Kalaupun mau membuat mural tanpa izin di fasilitas umum maka buatlah untuk kepentingan bersama. Tapi jangan marah kalau tetap dihapus. Paling kurang tidak berakibat sanksi pidana yang serius.
Akhir kata, hak atas kebebasan berpendapat termasuk kritik dengan media mural tetap dilindungi konstitusi. Hanya saja bila dilakukan di fasilitas umum maka bukan hak dan akan terikat pada koridor hukum untuk menjaga fasilitas umum.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H