Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tiga Alasan Mengapa Gerakan #2019GantiPresiden Wajib Ditolak

8 Agustus 2018   12:09 Diperbarui: 26 Agustus 2018   21:27 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah warga tampak memakai baju dan kaos #2019GantiPresiden di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (29/4/2018) lalu. (KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)

Beberapa unsur pemerintah daerah dan warga di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi secara tegas menolak gerakan #2019GantiPresiden di daerahnya. Ke depan, Kepolisian dan pemerintah daerah seluruh Indonesia wajib kompak menolak gerakan ini. Jangan ada keraguan sedikit pun untuk menolak (untuk tidak memberi izin).

Berikut ini menurut penulis tiga alasan mengapa gerakan #2019GantiPresiden wajib ditolak oleh segenap elemen bangsa yang cinta negara, taat hukum dan menjunjung tinggi demokrasi yang sehat.

Gerakan Makar

Gerakan #2019GantiPresiden jelas MAKAR atau upaya menggulingkan pemerintahan yang sah. Alasannya, pada tahun 2019 tersebut, yang ada adalah pemilihan presiden, bukan ganti presiden. Sehingga siapapun presiden terpilih harus didukung, tidak boleh diganti.

Demikian pula presiden petahana (Jokowi) yang masih menjabat hingga Oktober 2019, juga tidak boleh diganti sembarangan diluar konstitusi.

Tegasnya, ada dua fase jabatan presiden pada tahun 2019 mendatang: presiden petahana dan presiden terpilih hasil pilpres. Kedua-duanya tidak boleh diganti.

Yang perlu dipahami, di dalam istilah "pemilihan persiden dan wakil presiden" tidak tercakup pengertian "ganti presiden". Di dalam konsep "pemilihan presiden dan wakil presiden" hanya melahirkan hasil berupa presiden terpilih. Jadi, memilih presiden tidak sama dengan mengganti presiden.

Konsep "ganti presiden" lebih tepat ditujukan untuk mengganti presiden terpilih yang sah melalui pemilu, yang mana syarat-syaratnya telah limitatif ditetapkan oleh konstitusi UUD 1945 dan perundangan organik lainnya, yaitu karena presiden melakukan pelanggaran hukum (menghianati negara, korupsi, dan tidak tercela lainnya) dan terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Di luar syarat-syarat yang ditetapkan konstitusi tersebut, penggantian presiden merupakan tindakan inkonstitusional.

Jika yang dimaksud adalah "memilih presiden" di luar petahana (Jokowi), maka istilah yang benar adalah, misalnya, #2019PrabowoPresiden atau #2019AHYPresiden dan sebagainya. Itupun, kampanye demikian harus dilakukan di masa kampanye.

Pun, sangat berbeda antara kosep "kebebasan berekspresi" dan gerakan #2019GantiPresiden. Kebebasan berekspresi memang dijamin konstitusi, tetapi harus dilakukan sesuai koridor hukum. Sementara gerakan #2019GantiPresiden bersifat makar, bertentangan dengan hukum.

Kampanye Dini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun