Menyusul ditolaknya permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan penasehat hukum Ahok, oleh Mahkamah Agung, Senin (26/3/2018), maka habis sudah semua upaya hukum yang dapat ditempuh Ahok, kecuali grasi yang kecil kemungkinan ditempuh Ahok.
Bagi lawan politik Ahok, putusan penolakan PK tersebut jelas disambut suka cita. Sebaliknya, bagi pendukung Ahok, terutama di jam-jam awal diketahuinya berita penolakan PK tersebut, akan menjadi saat-saat bersedih.
Pendukung Ahok berkeyakinan putusan hakim tersebut jelas keliru. Pasalnya, Almaidah 51 bukan hukum positif atau aturan pilkada, dan bukan pula aturan syar'i soal pemilihan gubernur, melainkan tak lebih hanya tafsir-tafsir saja. Sehingga Ahok sudah benar bahwa ada sekelompok orang membodoh-bodohi masyarakat supaya tidak memilih pemimpin kafir dengan dasar Almaidah 51 tersebut.
Apapun itu, karena sudah menjadi keputusan terakhir lembaga pengadilan, maka baik Ahok, lawan politik Ahok maupun pendukung Ahok harus sama-sama patuh dan tunduk pada keputusan hakim.
Tinggal tersisa peluang permohonan grasi (pengampunan) pada presiden. Namun diperkirakan kecil kemungkinan ditempuh Ahok karena berarti mengakui bersalah menodai agama Islam. Disamping mungkin pertimbangan akan membebani presiden di tahun politik mendatang.
Jika kebebasan yang dituju Ahok, maka grasi bisa menjadi harapan, karena presiden sangat mungkin mengurangi pidana Ahok, dengan mempertimbangkan jasa-jasa Ahok pada negara, sehingga Ahok bisa langsung bebas. Tapi yang dituju Ahok dengan upaya hukum yang ditempuhnya selama ini lebih ke memperjuangkan kebenaran dan keadilan, bukan melulu mencari kebebasan.
Buat apa semata mencari kebebasan, toh paling lambat 9 September 2018 mendatang Ahok akan dapat pembesan bersyarat, karena telah menjalani 2/3 masa pidana.Bahkan masih mungkin bebas lebih cepat dari itu jika total remisi dihitung. Sebab, patokan bebas bersyarat adalah 2/3 masa pidana minimal 9 bulan. Masa pidana berkurang dengan adanya remisi.
Sebagai warga negara taat hukum, Ahok telah patuh pada hukum sepenuh-penuhnya, sehormat-hormatnya. Apa yang ditempuh Ahok jauh lebih terhormat ketimbang teriak-teriak di luar tidak bersalah lalu melarikan diri ke luar negeri.
Penjara hanya mengurung fisik, tidak jiwa-jiwa yang merdeka. Sangat mungkin Tuhan sedang menyusun rencana indah untuk Ahok sekeluarnya nanti.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H