Tanpa kehebohan, Ahok melalui kuasa hukumnya mengajukan peninjauan kembali (PK) putusan No 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (2/2/2018) lalu. Bagaimana peluang PK ini?
PK merupakan upaya hukum luar biasa terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap di semua tingkatan. Kebetulan putusan perkara Ahok telah berkekuatan hukum tetap di tingkat pertama (Pengadilan Negeri Jakarta Utara) karena Ahok dan Jaksa Penuntut Umum mencabut permohonan banding yang diajukan. Jadi, terhadap putusan ini dapat diajukan PK.
Sesuai ketentuan, hakim PK tidak boleh memperberat pidana yang telah dijatuhkan terdahulu. Karena itu, PK Ahok tanpa resiko pidana naik.
Yang diharapkan adalah, permohonan PK tersebut dikabulkan dan putusan dibatalkan atau dikoreksi oleh hakim PK. Dibatalkan berarti Ahok bebas. Dikoreksi bisa berarti pidananya tetap atau dikurangi.
Diantara sekian kemungkinan itu, bagaimana peluang yang paling mungkin dapat diprediksi? Menurut penulis, sangat besar peluang Ahok menang di tingkat PK, setidaknya putusannya dikoreksi.
Sayangnya, belum tersebar apa saja alasan PK Ahok tersebut, apa saja bukti baru yang dijadikan alasan PK. Publik hanya bisa menduga-duga, tapi diantara dugaan itu kemungkinan benar.
Salah satu alat bukti baru (novum) yang mungkin diajukan adalah Putusan terhadap Buni Yani.
Di mana awalnya, kehebohan terjadi karena status Buni Yani di Facebook terkait video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dengan menghilangkan kata 'pakai' di video aslinya. Dan atas status Buni Yani tersebut, hakim sudah nyatakan Buni Yani bersalah. Setidaknya, status Buni Yani tersebut telah terkonstruksi fakta hukumnya di pengadilan dan fakta hukum itu sulit dibantah sekalipun ada banding atau kasasi.
Selain alasan bukti baru, PK dapat pula dengan alasan adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusannya. Pemohon harus membuktikan hal ini, di mana letak kekhilafan atau kekeliruan yang nyata tersebut.
Dapat diduga bahwa kekeliruan hakim konstruksikan fakta hukum dengan pasal yang dikenakan akan dijadikan alasan. Ujungnya dari alasan ini, Ahok dibebaskan.
Bahwa, sesuai fakta hukum di persidangan, kalimat dalam video Ahok tersebut memang beralasan atau dengan kata lain Ahok tidak bersalah. Dimana Almaidah 51 memang tidak terkait pemilihan pemimpin seperti gubernur, atau setidaknya tafsirnya tidak hanya melulu terkait pemimpin, melainkan juga pelindung atau sekutu dan itupun dalam keadaan perang.