Coba bayangkan betapa pelik pembuktiannya. Bagaimana caranya membuktikan paha mulus yang hanya tersingkap separuh? Dengan kata lain, paha siapa di foto itu? Jika jawabannya pakai kaca mata hukum bakal wah.
Anggap saja sekenarionya begini. Salah satu pihak, entah pihak wanita atau pria yang terdapat dalam foto itu, melapor ke polisi sesuai kepentingannya, karena hanya dengan cara itu akan ada pembuktian yang bersifat projustitia di mata hukum, bukan sekedar klaim-klaim sepihak.Â
Polisi pastinya bakal minta bukti. Lalu disodorkanlah foto paha mulus itu. Kata polisi, itu belum cukup, anda bisa hadirkan ahli yang bisa menjelaskan keaslian foto? Lalu dihadirkan ahli. Nanti ahli akan menjelaskan bahwa foto itu asli atau bukan.Â
Andai ahli menyebut foto itu asli. Pertanyaan selanjutnya, paha siapa, apakah benar AK? Dan siapa lelaki yang ada di foto itu, apakah benar AA? Ini bakal sulit, kecuali orang-orang yang difoto itu mengaku. Ahli pun paling banter hanya bisa beropini apakah wajah lelaki dalam foto itu identik atau tidak dengan AA. Sekalipun identik bukan berarti 100% benar itu AA, kecuali AA sendiri mengakuinya dengan tegas bahwa benar dirinya.
Misalnya, AK mengakui bahwa paha mulus itu adalah pahanya, tentu akan diperiksa lagi paha itu untuk memverifikasi kecocokan, apakah pengakuan itu benar atau keterangan palsu. Kebayang, kan, bagaimana paha mulus itu, kali ini paha sebenarnya, akan diobok-obok dalam pemeriksaan.Â
Andai kata semua sudah terungkap, pertanyaan polisi selanjutnya: apa peristiwa pidananya? Kemungkinan yang bisa diajukan adalah asumsi perzinahan. Namanya asumsi tidak akan dianggap dalam hukum pembuktian. Pasalnya, foto itu hanya "bercerita" seorang lelaki dan paha mulus di dalam mobil. Tidak ada perzinahan di sana. Lagi pula, ini bakal lucu. Masa terduduh melaporkan dirinya sendiri.
Asumsi perzinahan dianggap terlalu jauh. Bakal berentet-rentet lagi pembahasannya, yang semuanya hanya asumsi-asumsi saja. Sama sekali tidak bernilai di mata hukum. Jadi, dibawa pun ke proses hukum, foto paha mulus itu bakal kusut masai tak jelas ujungnya.
Pada akhirnya, kemungkinan pasal yang bisa dipakai adalah fitnah dan penyebaran konten pornografi. Itupun bakal panjang lagi pembahasannya dan belum tentu unsur pasal terpenuhi.
Karena itu, apapun motif dan siapapun yang menyebarkan foto paha mulus itu, di momen politik menjelang pilkada begini, tentulah sebuah serangan pembunuhan karakter yang sangat cerdas dan kejam. Terlepas setuju atau tidak dengan motifnya.
Atau, foto paha mulus itu baru permulaan, si penyebar awal masih punya foto-foto lain yang lebih seram?(*)
SUTOMO PAGUCI