Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hadapi Setnov, KPK Kurang Tegas dan Terlalu Banyak "Bacot"

13 November 2017   18:54 Diperbarui: 13 November 2017   18:59 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi(KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA)

"Sampaikan pembelaan Anda pada hakim di pengadilan," tukuk polisi menghindari perdebatan dengan tersangka sambil memborgol. Mungkin banyak yang familiar dengan dialog dalam film-film Hollywood tersebut.

Di Indonesia, dalam UU Kepolisian, UU Kejaksaan, dan UU KPK tidak ada satupun disebut tugas aparat berdebat dengan tersangka, baik secara langsung tatap muka maupun dalam bentuk "berbalas pantun" di media massa.

Tugas KPK bertindak, bukan berdebat. Jubir hanya sampaikan ke publik pokok-pokok perkembangan kasus yang ditangani, tidak perlu setiap pernyataan pihak tersangka atau terdakwa di media massa ditanggapi.

Contoh dalam kasus KTP-el. Sudah tahu Setnov memiliki power politik dahysat karena Ketum Golkar sekaligus Ketua DPR RI, tentu dengan jejaring yang tidak main-main. Tapi KPK terlihat lamban, kurang tegas, dan membiarkan Setnov "menyetel" ritme perkara.

Terbukti Setnov mangkir panggilan ketiga kalinya dengan alasan pemanggilan perlu izin presiden. Harusnya, pada pemanggilan ketiga itu, KPK datang langsung dengan polisi untuk menjemput Setnov secara paksa. Jumlah panggilan lazimnya maksimal tiga kali, bukan empat kali.

Alasan pemanggilan harus izin presiden sudah jelas mengada-ada, tak perlu ditanggapi. KPK buat saja surat panggilan ketiga, datang langsung ke domisili Setnov, dan bila yang bersangkutan tidak ada maka cari di tempat ia terdeteksi berada, lalu tangkap. Bawa ke KPK. 

Tak perlu berdebat lagi di media massa apakah pemanggilan itu perlu izin presiden atau tidak. Kalaupun Setnov berpendapat sebaliknya, silakan ajukan di forum persidangan, baik persidangan pokok perkara maupun praperadilan.

Bukan pula seperti saran Bambang Widjojanto. Mantan Komisioner KPK ini menyarankan KPK seret pengacara Setnov dengan sangkaan menghalangi proses hukum. Kalau begini, alih-alih KPK segera menuntaskan pokok perkara, malah sibuk memperkarakan pengacara yang sedang melaksanakan tugasnya.

UU memberi hak pengacara melakukan perlawanan hukum dengan melapor ke polisi, menggugat ke pengadilan dan lain-lain. Memang itu tugas pengacara, bukan menghalangi penyidikan. Masing-masing jalankan peran.

Andai saja KPK tidak banyak bacot berdebat dengan pihak tersangka, melainkan bertindak (percepat, tangkap, tahan dan segera limpahkan kasus Setnov ke pengadilan), mungkin ceritanya bakal lain.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun