Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gadung, Makanan Potensial Saat "Survival"

12 November 2017   13:56 Diperbarui: 12 November 2017   13:57 2409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bentuk daun dan umbi gadung (Sumber foto: biodiversity.org)

Gadung (Dioscorea hispida Dennst) berbentuk akar menjalar dan memiliki umbi. Umbinya beracun, tapi bisa diolah supaya bisa di makan saat survival di hutan.

Cara menghilangkan racunnya: kupas, iris, lumuri abu, lalu rendam dengan air garam beberapa jam, setelahnya cuci bersih sebelum dimasak.

Cara lain: setelah diiris-iris, lumuri abu gosok, lalu pendam dalam tanah 3-4 hari sebelum dimasak.

Begini gadung yang penulis temukan di jalur pendakian gunung Talang (dokpri)
Begini gadung yang penulis temukan di jalur pendakian gunung Talang (dokpri)
Bagi petualang di alam liar, sangat penting mengenal tumbuhan rimba yang bisa dimakan, termasuk gadung ini.

Gadung mudah ditemukan di hutan dan gunung-gunung daerah tropis. Seperti di jalur pendakian gunung Talang, Dempo, Kerinci dll.

Memang perlu diolah dulu sebelum layak dikonsumsi, tapi rasanya jauh lebih enak dan mengenyangkan dibandingkan makan daun, terutama saat survival.

Bentuk daun muda gadung (dokpri)
Bentuk daun muda gadung (dokpri)
Setelah dihilangkan racunnya, umbi gadung bisa dipanggang, direbus, digulai, digoreng, atau dicaca kecil-kecil lalu dikukus seperti halnya nasi.

Tanpa diolah, jangan coba-coba makan umbi gadung, dijamin keracunan. Racun sianida (HCN) di dalam gadung cukup tinggi, cukup untuk membunuh tikus atau bahkan manusia.

Makanya di beberapa daerah, umbi gadung biasa dimanfaatkan untuk meracun hama tikus dan babi hutan.(*)

SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun