Penyidik kelihatan merasa cukup hanya dengan sampel tubuh korban untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi. Nampaknya penyidik sudah begitu yakin bahwa penyebab kematian Mirna adalah diracun.
Padahal, untuk menentukan segala kemungkinan penyebab kematian seseorang, tidaklah cukup dengan mengambil sampel dari organ tubuh korban atau melakukan otopsi parsial. Melainkan perlu otopsi forensik (lengkap).
Andai saja dilakukan otopsi forensik, terhadap jenazah korban akan dilakukan pemeriksaan secara lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pemeriksaan rongga tengkorak, rongga dada, rongga perut, lambung, usus, hati dan empedu. Dalam kasus kematian yang dicurigai karena racun, pemeriksaan toksikologi forensik mutlak dilakukan.
Agar otopsi tsb mencapai hasil yang diharapkan, tentu saja kondisi mayat setelah kematian wajib dijaga keasliannya hingga waktu dilakukan otopsi. Termasuk barang-barang bukti yang ada di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) wajib dijaga dari perubahan atau intervensi atau tercemar. Nah, apakah hal ini telah dilakukan dalam kasus meninggalnya Mirna?
Nasi sudah jadi bubur
Terbukti kemudian pemeriksaan sampel tubuh Mirna saja tidaklah cukup. Barangkali, saat ini, Kombes Krishna Murti dkk, yang dulu melakukan penyidikan, sedang ketar-ketir. Perkembangan persidangan membuktikan kemungkinan Mirna tewas bukan akibat sianida.Â
Ada bukti di lambung Mirna hanya ditemukan 0,2 miligram sianida, yang kemungkinan besar diproduksi tubuh secara alami pasca kematian.
Sedangkan untuk dapat membunuh manusia, ada 1.000 miligram per liter bahkan lebih senyawa sianida di lambung. Artinya, diduga kuat Mirna tewas bukan karena sianida. Demikian disampaikan ahli Prof. Dr. Beng Beng Ong dari Universitas Queensland, Brisbane, Australia.
Jika bukan karena sianida, bagaimana lagi cara menentukan penyebab lain kematian secara pasti (scientific), sementara terhadap Mirna tidak dilakukan otopsi forensik. Otopsi susulan tentu tidak akan signifikan lagi hasilnya karena kondisi jenazah pasti sudah berubah.
Dalam pada itu, orisinalitas barang bukti di tempat kejadian perkara, juga diragukan. Di sinilah pentingnya kesigapan mengamankan TKP berikut barang bukti di sekitar pada kesempatan pertama. Sekali barang bukti terintervensi keasliannya maka tidak terpulihkan kondisinya.
Begitupun terhadap mayat korban. Polisi harus menjaganya dengan baik agar tetap asli. Misalnya, jangan sampai mayat korban keduluan dimandikan dan diformalin oleh pihak keluarga sebelum dilakukan otopsi. Karena itu prosedur otopsi harus dilakukan dengan cepat.(*)