Dunia pendakian gunung di Indonesia sering kali diwarnai insiden jatuh, tersesat , kena hipotermia dsb yang banyak diantaranya berujung kematian.Â
Sepanjang tiga tahun terakhir (Januari 2013- Juni 2016) saja tercatat tak kurang 55 korban tewas atau hilang tak ditemukan. Jumlah korban ini tidak main-main, apalagi didominasi usia muda (usia produktif).
Para korban umumnya dari kalangan muda dan remaja usia belasan. Namun ada pula beberapa diantaranya berusia cukup senior.Â
Sangat disesalkan sering terjadi penyebab kematian oleh hal-hal yang konyol. Apa saja pelajaran yang dapat dipetik?
Jika ditarik lebih ke belakang, insiden paling mematikan terjadi pada Februari 2001 di gunung Slamet. Waktu itu lima orang pendaki mahasiswa UGM tewas terjebak badai. Mereka adalah Turniadi (Dodo), Masrukhi, Ismarilianti (Iis), Bregas Agung, dan Ahmad Fauzan. Semoga diterima disisiNya.
Tragedi lebih mengerikan terjadi Maret 2007 di gunung Rinjani. Tujuh orang pendaki usia SMA dan mahasiswa ditemukan tak bernyawa di antara danau Segara Anak dan Plawangan Sembalun.Â
Wajah para korban saat ditemukan nampak menghitam. Pakaian yang dikenakan korban hanya baju kaos, celana jeans dan sarung. Diduga kuat korban mati kedinginan dan kelaparan.
Banyak lagi kematian-kematian serupa di gunung-gunung seantero Indonesia dari Papua hingga Jawa.Â
Pada Mei 2016 lalu pendaki atas nama Supyadi (26) dan Zirli (16) tersesat di gunung Semeru, untung bisa ditemukan selamat.Â
Saat tulisan ini diturunkan saja ada dua orang pendaki gunung Slamet atas nama Riza (16) dan Anwar (17), warga Desa Kedawung, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, yang tersesat dan belum ditemukan. Semoga cepat ditemukan dalam keadaan selamat.