Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Minta Bebas, Rasyid Rajasa Dinilai Tak Punya Kemaluan

14 Maret 2013   10:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:47 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Supaya tak salah sangka perlu sedikit dijelaskan. Bahwa dalam leksikon bahasa Indonesia kata "kemaluan" tidak selalu diartikan sebagai, nomina (kata benda) alat kelamin (laki-laki dan perempuan). Kemaluan berasal dari kata dasar malu yang mendapat imbuhan ke- dan akhiran -an sehingga menjadi kemaluan. Entah mengapa dalam percakapan sehari-hari kemaluan cenderung diartikan alat kelamin.

Kemaluan juga berarti "mendapat malu" (verba). Selain itu, bisa pula diartikan "hal malu" (nomina); "sesuatu yang menyebabkan malu". Lebih lanjut bisa dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, 2002, h. 707. Nah, konteks tulisan ini mengikuti arti sebagaimana disebutkan dalam paragraf kedua ini, yakni hal rasa malu.

Namun tentu saja bukan soal arti kata tersebut yang menjadi fokus tulisan ini dan bukan pula bentuk generalisasi kharakter seseorang. Melainkan khusus menyangkut pledoi terdakwa Rasyid Rajasa dalam perkara kecelakaan maut mobil Luxio yang ditabraknya pada malam pergantian tahun 2012 ke 2013,  di ruas Tol Jagorawi, Jakarta, Selasa (1/1/2013) pukul 6.45 Wib. Pledoi itu dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (14/3/2013).

Dalam pledoinya itu, pihak Rasyid Rajasa intinya meminta dibebaskan dari dakwaan dalam perkara kecelakaan maut yang merenggut nyawa dua orang tewas tersebut. Alasannya, 1. Rasyid perlu menyelesaikan studi di Inggris yang tinggal dua semester lagi, 2. ia tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya, 3. ia dalam keadaan segar/fit ketika kecelakaan terjadi (tidak ada kelalaian).

Selanjutnya, 4. terlemparnya penumpang Luxio ke luar karena faktor modifikasi pada tempat duduk Luxio, dan 5. sesaat setelah kejadian Rasyid telah meminta maaf dan menyatakan bertanggung jawab, selain bahwa kerugian material semua korban telah ditanggung oleh pihak terdakwa.

Secara normatif tak ada larangan meminta pembebasan demikian. Namun secara moral apakah patut meminta bebas sementara korban nyawa telah terbukti secara tak terbantahkan? Nyawa manusia lebih bernilai dari segala-gala isi bumi ini.

Tidak akan ada kematian dua korban itu jika Luxio tersebut tidak ditabrak oleh Rasyid. Secara teori penyebab langsung yang paling adekuat; ditabraknya Luxio oleh mobil BMW Rasyid adalah penyebab terlemparnya kedua korban ke aspal hingga tewas tersebut. Kedua korban tidak akan terlempar ke luar jika Luxio itu berjalan normal apa adanya dan tidak ditabrak oleh mobil Rasyid. Apalagi Rasyid dalam keadaan sadar sepenuhnya saat kejadian.

Karena itu, yang paling masuk akal dan relatif tepat secara nilai-nilai moral adalah, Rasyid membela diri namun tidak meminta pembebasan demikian, melainkan minta keringanan hukuman secara wajar dengan mempertimbangkan pembelaannya itu.

Raja keadilan masyarakat akan bergolak jika Rasyid sampai dibebaskan hanya karena majelis hakim mengikuti pembelaan pihak Rasyid. Adalah fakta, meninggalnya dua orang korban dalam kecelakaan tersebut tidak bisa dihilangkan dengan pembelaan dan penghalusan kata bagaimana pun.

Efek penurunan kewibawaan hukum diyakini akan sangat distruktif jika sampai Rasyid dibebaskan. Dalam kaitan ini, publik menilai hukum tumpul jika berhadapan dengan anak pejabat tinggi negara. Sebaliknya, hukum tajam jika berhadapan dengan orang biasa seperti Afriyani Susanti dan Novi Amalia, yakni dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang sama, namun dengan penyebab dan korban yang berbeda.

Satu dan lain hal, sesuai hukum acara, hakim tidak terikat dengan tuntutan jaksa yang meminta Rasyid dihukum delapan bulan saja, dan juga tidak terikat dengan pledoi pihak terdakwa. Hakim hanya terikat pada ruang lingkup pasal dalam dakwaan yang disampaikan dan fakta yang terungkap di persidangan.

Jika Rasyid sampai dibebaskan maka bukan hanya diri Rasyid yang dinilai tidak punya kemaluan secara moral; melainkan juga jaksa, karena menuntut terlalu ringan; dan hakim, karena tidak berpegang pada pasal dan fakta persidangan tapi malah tergiring suasana yang diciptakan jaksa dan pihak terdakwa.

(SP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun