Suatu hari Rasulullah Muhammad SAW didatangi orang dari kalangan Anshar di Madinah. Orang itu datang meminta-minta pada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya pada pengemis itu, "Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?"
Pengemis itu menjawab, "Tentu, saya mempunyai pakaian yang saya biasa pakai sehari-hari dan sebuah cangkir." Rasulullah lalu berkata, "Ambil dan serahkan ke saya!"
Pengemis itupun pulang mengambil satu-satunya cangkir miliknya dan kembali lagi pada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian menawarkan cangkir itu kepada para sahabat, "Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?" Seorang sahabat menyahut, "Saya beli dengan satu dirham."
Rasulullah SAW menawarkan kembali, "Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?" Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham.
Rasulullah SAW memberikan dua dirham itu kepada si pengemis lalu menyuruhnya menggunakan uang itu untuk membeli makan untuk keluarganya dan sisanya uang digunakan untuk membeli kapak. Rasulullah SAW berkata, "Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu." Sambil melepas kepergiannya Rasulullah SAW pun memberinya uang untuk ongkos.
Dua minggu kemudian pengemis itu datang kembali menghadap Rasulullah SAW sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu. Kemudian Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya seraya bersabda, "Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-minta hanya akan membuat noda di wajahmu di akherat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seseorang tidak bisa berusaha."
Sumber kisah di sini.
***
Pesan moral dari kisah pengemis dan Rasulullah SAW di atas adalah, bahwa pengemisan merupakan realitas sosial. Menjadi tugas pemimpin (penguasa) untuk membina para pengemis supaya tidak mengemis lagi.
Pengemisan yang bisa ditolerasi hanya dalam tiga keadaan---fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat seseorang tidak bisa berusaha---dan ini pun tidak berketerusan sehingga jadi profesi.
Saya benar-benar tertarik dan setuju dengan ide pemikiran Esther Wijayanti. Ide ini bisa menjadi sikap bersama masyarakat. Dalam kolom komentar artikel saya berjudul "Jangan Jumawa, Bisa Jadi Pengemis Lebih Kaya dari Anda" disebutkan oleh Sdr Esther: "Kenapa juga ada orang ngasih pengemis. Mending kasih uang ke orang kerja tapi tetap miskin."