Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Terapi Teroris dengan Seni

9 Mei 2013   13:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:51 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cerita Ali Shariati dalam bukunya Mand and Islam (1982). Syahdan, pemerintah Iran menterapi atau mendidik kejiwaan para penjahat narapidana dengan latihan seni membuat permadani, suatu pekerjaan yang berporos pada kepekaan jiwa, kesabaran, dan ketelitian yang dibalut dengan jiwa seni. Hasilnya, para penjahat itu jadi halus jiwanya, peka, dan berubah jadi sosok yang baru.

Terapi seni demikian lebih mengena pada para narapidana termasuk narapidana terorisme, ketimbang indoktrinasi, ceramah-ceramah moral, program cuci otak, dsb. Karena seni sifatnya universal dan menyentuh langsung relung terdalam dari kejiwaan manusia.

Seni lain yang dapat dilatih adalah seni melawak atau humor. Stand up comedy dapat jadi alternatif dalam hal ini. Sehingga melatih kepekaan, menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan, dan membuat pikiran dan jiwa yang tak terlalu kaku.

Para bomber teroris rerata terlihat serius sekali orangnya. Barangkali yang ada dipikiran mereka hanyalah jihad, jihad, dan jihad. Di luar kelompoknya adalah thogut, ancaman, dan memusnahkannya adalah amaliah yang berganjar syurga. Mereka diindoktrinasi untuk selalu waspada. Humor menjadikan mereka tak terlalu tegang.

Penulis tak paham landasan teoritis yang terlalu njelimet. Ini sekedar pemahaman saja berdasarkan realitas sosial yang biasa ditemui sehari-hari. Bahwa orang yang berpikir satu arah, sesuai arah indoktrinasi, biasanya cenderung pribadi yang serius, pendiam, dan jarang tertawa ngakak.

Selama ini tak begitu terekspose, setidaknya di media massa, bagaimana pola pembinaan para napi teroris di lembaga pemasyarakatan. Yang jelas napi kebanyakan (non-teroris) di lembaga pemasyarakatan sudah biasa dilatih kerajinan tangan (yang juga seni).

Yang terlihat saat ini seperti ada "keputusasaan" dari aparat kepolisian terutama Densus 88 ketika menyaksikan banyaknya teroris yang ditembak mati. Kesannya lebih baik teroris ditembak mati saja ketimbang diproses hukum dan dibina di lembaga pemasyarakatan. Tak ada gunanya.

(SP)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun