[caption id="attachment_243912" align="aligncenter" width="570" caption="Ketua Dewan Syuro IJABI KH Jalaludin Rahmat (VIVAnews/Ikhwan Yanuar)"][/caption] Sungguh memprihatinkan di negara demokratis, yang warganya mayoritas muslim ini, sebagian warga yang kebetulan minoritas seperti Syiah tak bebas menyatakan pikiran dan perasaan terkait agama dan keyakinannya. Mereka cenderung menyembunyikan diri. Nyawa, harta, dan anak-istri kaum Syiah terancam oleh gerakan konservatisme umat yang fundies, fanatik, puritan dan kecanduan agama. Penulis bukan jemaat Syiah namun mendukung sepenuhnya eksistensi Syiah atau aliran keagamaan apapun di Indonesia ini. Dukungan ini berlandaskan semangat pembebasan, semangat konstitusi, dan semangat hak asasi manusia yang paling asasi. Coba lihat di sekeliling kita atau di komunitas Kompasiana ini. Barangkali saja ada umat Syiah di sana. Namun mereka tak nampak leluasa menunjukkan eksistensi keyakinan keagamaan mereka. Mengapa, bisa dijawab dengan mudah. Karena itu, umat Syiah tidak cukup hanya berjuang melalui Ormas seperti Ikatan Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Harus lebih dari itu. Dalam hal ini perjuangan secara politik tak bisa ditunda lagi. Majunya Ketua Dewan Syuro IJABI, Jalaludin Rahmat, sebagai Caleg PDIP dari daerah pemilihan Jawa Barat II, patut diapresiasi dan didukung. Pilihan Kang Jalal bergabung pada PDIP adalah pilihan yang tepat. Memperjuangkan eksistensi politis dari keyakinan beragama paling tepat dengan wadah partai politik nasionalis, bukan partai politik beraliran keagamaan yang telah jelas-jelas memusuhi mereka. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari gerakan mainstream politik di Indonesia saat ini. Buktinya, kaum Syiah terusir dari Sampang tanpa kepastian hingga saat ini. Di sudut-sudut lain negeri ini mereka terancam nyawa dan hartanya. Situs fundamentalisme seperti voa-islam.com menyebut Jalaludin Rahmat sebagai "gembong Syiah", suatu julukan mirip pada penjahat. Suara-suara umat mainstream seperti di NU, Muhammadiyah, PKB, PAN, PPP, PKS, bahkan JIL sekalipun, terbukti tak cukup kuat bahkan tak bertaji untuk melawan gerakan konservatifisme umat yang semakin menjadi-jadi. Satu-satunya jalan yang paling mungkin saat ini adalah umat Syiah sendiri yang harus terjun ke kancah politik praktis memperjuangkan diri mereka sendiri. Dukungan dari pihak umat mainstream yang berpikiran liberal dan progresif adalah bonus tambahan. Keadaan ironik ini terjadi sekalipun jelas-jelas negara menjamin kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia yang tak bisa dikurangi dalam keadaan apapun, sebagaimana digariskan UUD 1945 dan UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta instrumen hukum internasional. Perjuangan politik kaum Syiah di Indonesia tidak semata dari perolehan suara. Tapi paling kurang menunjukkan bahwa gerakan politik menjadi salah satu cara dari perjuangan eksistensial mereka. Kapan perlu dengan menarik dukungan politik dari negara-negara dan organisasi-organisasi internasional. Hidup Syiah! Hidup Syiah! Merdeka! (SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H