[caption id="attachment_289266" align="aligncenter" width="600" caption="PKS - Ilustrasi"][/caption] Menarik mencermati anjloknya elektablitas Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Pileg 2009 PKS memperoleh suara 8.206.955 (7,88%). Akhir 2013, pasca Presiden PKS didera kasus korupsi kouta impor daging sapi, elektabilitas partai ini terjun bebas.
Hasil survei Cirus Surveyors Group 20 November-30 Desember 2013 lalu memperlihatkan elektabilitas PKS tinggal 2,7% saja.
Artinya, partai ini tak lolos parliamentary threshold 3,5%. PKS jadi partai gurem dan terancam ikuti jejak PBB yang gagal menempatkan kadernya di DPR pada pileg 2009 karena tak lolos parliamentary threshold.
Pemilih PKS tinggal tersisa kader taklid yang berjumlah sekitar 800.000 orang. Sebagian besar simpatisan (non kader), yang memilih partai ini pada pemilu-pemilu sebelumnya, telah mengucapkan "selamat tinggal".
Terbukti, kasus korupsi sapi benar-benar menghancurleburkan PKS.
Rentetan kasus-kasus lain diyakini juga berpengaruh, seperti kasus anggota DPR asal PKS Arifinto yang kedapatan menonton video porno waktu sidang di DPR, dan lain-lain kasus yang menimpa kader PKS di daerah.
Publik mencatatnya. Belum lagi jika memperhitungkan poligami tokoh-tokoh PKS dan gaya hidup mewah mereka. Yang terpenting adalah poligami Presiden PKS Anis Matta.
Tokoh PKS lain juga banyak yang poligami dengan jumlah anak yang luar biasa banyak, sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Tifatul Sembiring, dll. Publik makin tak simpati.
Poligami tak kalah destruktifnya menghancurkan cintra figur atau institusi. Kita mencatat bagaimana pengajian dan bisnis Aa Gym dijauhi jamaah lalu bangkrut setelah ia poligami.
Selain itu, bagaimana jaringan resto Wong Solo milik Puspo Wardoyo bangkrut satu per satu, termasuk di Padang, sangat mungkin akibat dijauhi konsumen yang tak suka dengan poligaminya.