[caption id="attachment_293236" align="aligncenter" width="400" caption="m.salam-online.com - Piagam Jakarta"][/caption] Salah satu argumen kalangan Islamis (penganut paham Islamisme) atau Gerakan Islam Syariat di Indonesia, untuk menerapkan syariatisasi negara, adalah Piagam Jakarta tersebut. Penulis tidak tahu apakah mereka tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa Piagam Jakarta tersebut sebenarnya merupakan dokumen ilegal? Piagam Jakarta disusun oleh semacam "tim kecil" dari unsur Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang berjumlah 9 orang dan dibentuk atas inisiatif Ir. Sukarno pada masa reses persidangan BPUPKI. Pekerjaan tim kecil ini sifatnya "tidak resmi" dan diluar prosedur yang telah ditetapkan semula serta tidak pula ada mandat dari BPUPKI. Menurut aturan yang telah diputuskan atau semacam "tata tertib" (tatib) persidangan, tugas BPUPKI adalah meneliti segala sesuatu menyangkut UUD, sedangkan tugas menyusun UUD itu sendiri termasuk Pembukaan UUD diserahkan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Karena pelanggaran prosedur itulah maka Ir Sukarno harus minta maaf dalam sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945. Dalam pidatonya Ir. Sukarno menegaskan argumen pembelaan diri sebagai berikut,
"Semua anggota Panitia Kecil sadar sama sekali bahwa jalannya pekerjaan yang kami usulkan itu sebenarnya menyimpang dari formaliteit, menyimpang daripada aturan formeel yang telah diputuskan, telah ditentukan. Tetapi anggota Panitia Kecil berkata: Apakah arti formaliteit terhadap desakan sejarah sekarang ini. apakah arti formaliteit jika Sekutu telah mendirikan Netherlands Indies Civil Administration, telah menyerbu ke dalam daerah tanah air kita dan membahayakan Indonesia Merdeka! Apakah arti formaliteit jikalau di kanan kiri kita mengguntur-menggelegar gempa-petir-halilintar meriam, bom, dinamiet? Saudara-saudara sekalian, Panitia Kecil berpendapat, bahwa jikalau fomalitiet tidak sesuai dengan dinamiek sejarah, maka harus dirobah formaliteit itu, harus diganti formaliteit itu, harus dibongkar formaliteit itu."
Suatu produk persidangan yang bersifat melanggar tatib dianggap ilegal. Sejarah kemudian mencatat tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut dicoret oleh Drs Moh Hatta, atas desakan A.A. Maramis dan tokoh-tokoh Indonesia Timur yang beragama Kristen dan Hindu, dan setelah berkonsultasi dengan tokoh Islam Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Muhammad Hasan, dan Kasman Singodimedjo. Seterusnya Pembukaan UUD 1945 seperti dapat kita baca saat ini, tanpa tujuh kata dalam sila ke-1 Pancasila tersebut, yang diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa." Namun Sukarno cukup konsisten dengan pendirian pelanggaran prosedur di atas. Ini terbukti dengan pernyataannya dalam Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dalam Dekrit itu dikatakan bahwa Piagam Jakarta sebagai menjiwai UUD 1945. Kalangan Islamis berpandangan bahwa kata 'menjiwai' dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut bermakna tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut atau setidak-tidaknya jiwanya dikembalikan ke dalam UUD 1945 yang berlaku hingga sekarang. Dengan kata lain, UUD 1945 yang berlaku sekarang, menurut kalangan Islamis, menghendaki penerapan syariat Islam secara formal-legalistik. Pendapat penulis, maksud 'menjiwai' dalam Dekrit itu lebih dekat pada bahwa tanpa pemuatan kembali secara formal Piagam Jakarta dalam UUD 1945 pasca Dekrit, umat islam tetap bebas menjalankan agamanya. Ini terbukti mana kala sampai akhir hayatnya Sukarno mengakui eksistensi Pancasila dan UUD 1945 seperti versi saat ini (tanpa tujuh kata dalam Piagam Jakarta) dan tanpa condong pada formalisme agama sebagaimana dimaksud kalangan pengusung Gerakan Islam Syariat di Indonesia. Lagi pula hasil kerja "panitia kecil" yang menghasilkan "Gentlemen's Agreement" Piagam Jakarta tersebut dalam sejarahnya belum pernah disahkan pemberlakuannya, belum pernah disetujui dalam sidang BPUPKI, melainkan baru sekedar usulan. Hal ini diakui sendiri sebagai baru usulan sebagaimana dikatakan Ir. Sukarno dalam pidato (dalam huruf tebal) yang dikutip di atas. Sejarah seputar kerja "panitia kecil" tersebut dapat dibaca dalam buku A.B. Kusuma berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentok Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan (2004). Buku ini merupakan hasil penelitian A.B. Kusuma, yang diakui Haedhar Nashir sebagai "memberikan sisi yang lebih autentik daripada buku dan dokumen 'Naskah persiapan UUD 1945' susunan Prof Mr Muhammad Yamin". (Sutomo Paguci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H