[caption id="attachment_260244" align="alignleft" width="600" caption="Undangan demonstrasi (longmarch) di Padang, Minggu, 18 Agustus 2013."][/caption] Minggu (18/8), di Padang, Komite Masyarakat Sumatera Barat Peduli Mesir, termasuk PKS di dalamnya, akan mengadakan demonstrasi bertajuk "Save Egypt, Save Human". Undangan acaranya gencar disebarkan oleh aktivis PKS melalui pesan berantai BlackBerry Massenger, Facebook, dll dalam seminggu terakhir. Sesuai undangan, long march akan dimulai di Jalan Ki S Mangunsarkoro berakhir di Balaikota Padang, pukul 13.00 s/d 15.00 Wib. Penasaran saya pun meluncur ke lokasi pada jadwal yang ditetapkan. Ceritanya, nih, saya sudah pasang niat dari rumah untuk setidaknya mengambil foto. Mobil saya parkir di tepi jalan depan Kantor Gubernur Sumbar, Jalan Jenderal Sudirman, Padang, tepat pukul 13.00 Wib. Rombongan akan saya cegat di sini. Asyik dengar musik dan makan cemilan sampai pukul 13.30 Wib tapi, kok, rombongan belum lewat juga. Saya bayangkan ribuan pendemo akan lewat. Kendaraan saya luncurkan ke Jalan Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang, melewati RS Yos Sudarso, belok kiri langsung masuk ke Jalan Ki S Mangunsarkoro. Astaga! Gak ada pendemo sebiji pun. Ke mana ya? Kayaknya gak jadi nih. Saya pun segera meluncur ke Balaikota Padang. Siapa tahu massa langsung jalan sendiri-sendiri ke Balaikota Padang. Di Simpang Jalan M Yamin (depan Polresta Padang), depan Balaikota Padang, polisi terlihat bergerombol menghadang jalan. Arus lalu lintas dilarang masuk ke arah Balaikota. Sepertinya memang akan ada kosentrasi massa di sini. Saya belokkan kendaraan ke Jalan Imam Bonjol melalui samping gedung Telekom. Wah, ada terlihat mobil-mobil dengan steker bertuliskan "PKS" lagi parkir berjejer di jalan seputar Lapangan Imam Bonjol, dekat Balaikota Padang. Tapi orangnya sepi. Hanya terlihat beberapa orang pria berjanggut, celana cingkrang, bersama istri dan anak balitanya. Uhuk! (batuk). Apa gak jadi demo, ya, pikirku. Tiba-tiba hari mulai gerimis. Makin lebat. Aku mengarahkan kendaraan menuju Masjid Nurul Iman, tak jauh dari Balaikota, sekalian waktu sudah mendekati Ashar. Hujan bertambah lebat tak terkira-kira. Selesai solat Ashar aku pun kembali menuju lapangan Imam Bonjol, dekat Balaikota Padang, dengan jalan kaki dari Masjid Nurul Iman. Sebelum jalan topi kupasang---maksudnya biar gak menyolok, siapa tahu kepergok kawan-kawan PKS...hehehe. Tentu saja tustel kubawa. Lebat hujan berkurang, tinggal gerimis saja. Sampai di jalan sekitar Lapangan Imam Bonjol, Padang, dan Balaikota. Taraaaa! Ternyata mobil-mobil bertuliskan "PKS" tadi sudah gak ada lagi, bro. Ternyata, lapangan Imam Bonjol, dekat Balaikota Padang, yang kuperkirakan bakal tempat pendemo berkumpul, malah dipergunakan anak-anak buat latihan sepak bola. Langit dan bumi sepertinya tak bersahabat bagi para pendemo. Mungkin juga suasana Idulfitri membuat orang malas keluar buat demo. Atau, masyarakat sudah mulai kritis dengan agitasi dan propaganda politik asing. Entahlah. Sebagian warga sepakat dengan aksi solidaritas bagi Mesir. Ini tercermin dari komentar-komentar tanggapan di media sosial. Alasannya, sedang terjadi pembantaian terhadap umat Islam di Mesir. Sementara itu, sebagian kalangan lain mempertanyakan aksi solidaritas buat Mesir tersebut. Terutama, karena terlihat sektarian, dimana memandang konflik Mesir seolah konflik melawan Islam. Padahal, yang terjadi di Mesir adalah konflik politik, bukan konflik agama. Pihak yang kontra terhadap Mursi dan Ikhwanul Muslimin adalah juga muslim, antara lain dari Al-Azhar dan Salafi. Saya sendiri berada pada pihak yang kontra ikut campur dalam urusan politik dalam negeri Mesir. Tidak akan ikut demo-demo segala. Sebagaimana saya tulis di Facebook: "Pihak kontra Mursi juga muslim. Karenanya konflik Mesir adalah konflik politik, bukan konflik dengan Islam. Pembunuhan patut dikecam, tetapi tidak dengan ikut campur urusan dalam negeri Mesir." Toh, rakyat Mesir juga tak ikut campur waktu konflik politik di Indonesia tahun 1997-98 lalu. Itulah etika yang baik dalam hubungan antar bangsa. Tidak ikut campur urusan politik dalam negeri masing-masing. Biarkan bangsa masing-masing yang menyelesaikan problem politiknya. Kalaupun demo maka demo murni kemanusiaan, bukan menggerakkan jaringan partai. Pun, memberi bantuan kemanusiaan tidak dikaitkan dengan parpol. Bantuan ini pun sebaiknya atas izin dan diberikan melalui jalur pemerintah yang berkuasa di Mesir. Kalau pun ada dugaan pelanggaran hukum maka biarkan sistem hukum di Mesir yang mengusutnya. Demikian pula andai ada kejahatan pidana militer biarlah mahkamah pidana militer di Mesir yang menyelesaikannya. Rakyat Indonesia tak etis ikut campur. Menggoreng konflik Mesir justru akan memperlihatkan sisi politis dari gerakan ini. Kelihatan tidak konsisten. Bukankah demo-demo yang sama tidak dilakukan waktu konflik sektarian lainnya di Indonesia, seperti di Sampang (represi terhadap Syiah), di Tasikmalaya (represi terhadap Amadiyah), atau di Suriah dalam skala internasional? Di Suriah jauh lebih besar korban jiwa dibandingkan di Mesir. Aksi politik kalangan Islamisme kali ini tak ubahnya dengan tradisi politik lainnya sejak lama. Yakni, mencari simpati publik dengan menggoreng isu-isu politik di Timur Tengah, khususnya konflik politik Palestina-Israel, seolah konflik ini antara Israel vs Islam. Padahal, konflik Palestina Israel adalah konflik politik, perang antar negara, bukan konflik melawan Islam. Banyak polisi dan tentara Israel adalah muslim dan berperang buat negaranya. Tahun 2010 saja, warga Israel beragama Islam mencapai 17,7%. Kali ini, PKS atau pengusung Islamisme atau Islam Politik kembali terindikasi kuat hendak menggoreng konflik Mesir buat menaikkan citra partai pasca terpuruknya nama baik partai ini oleh berbagai kasus, sebut saja kasus Arifinto menonton video porno waktu sidang, kasus korupsi sapi LHI Cs, kasus LHI mengawini ABG, dll. Kuatnya keberpihakan PKS terhadap isu-isu politik di Timur Tengah (Palestina dan Mesir) ditengarai tak terlepas dari afiliasi ideologis partai ini, yakni Ikhwanul Muslimin. Bukan karena alasan kemanusiaan. Pasalnya, jika alasannya murni kemanusiaan, maka tentu gerakan serupa, bahkan lebih besar, juga dilakukan buat Suriah, Myanmar, Korea Utara, dll. Atau, lebih nasionalis dan membumi lagi, andai PKS dan para pengusung Islamisme melakukan gerakan serupa terhadap problem kebangsaan Indonesia, seperti konflik sektarian di Sampang, korupsi, terorisme dll. (SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H