Pertanyaannya, bagaimana pertanggungjawaban hukum dan moral dari kejaksaan yang dengan ceroboh, gegabah, atau tak profesional tersebut, atas dibebaskannya terdakwa? Karena para terdakwa ini telah ditahan sekian waktu.
Perampasan kemerdekaan orang lain akibat penahanan tidak bisa dikembalikan seperti semula sekalipun jaksa digugat dan kalah atas peristiwa itu. Sekali saja kemerdekaan orang terampas tidak bisa dikembalikan persis seperti semula, ini menyangkut waktu yang telah terampas.
Di sinilah urgensi betapa penegak hukum harus sangat hati-hati menetapkan seseorang sebagai tersangka. Harus setelah benar-benar ada bukti minimal dan konstruksi fakta hukumnya adalah sebuah kejahatan (tindak pidana)---versi undang-undang, bukan tafsir/opini jaksa. Hal mana seperti protap yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sangat hati-hati menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Adalah ideal jika protap seperti dimiliki KPK demikian diadopsi oleh kepolisian dan kejaksaan. Agar tidak dengan mudah menetapkan orang sebagai tersangka, menahan, dst. Kecuali, jika bukti-bukti sangat kuat dan konstruksi faktanya adalah kejahatan.
(SP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H