Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kasus Hartati: Pidana Jika Dokter Keluarkan Keterangan Sakit Palsu

7 September 2012   14:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya ada dua kemungkinan terkait berita sakitnya pengusaha dan politisi Demokrat Hartati Mudaya sebelum diperiksa dan ditahan KPK. Sakit benaran atau pura-pura sakit. Saya mencurigai yang kedua. Nampaknya KPK pun mencurigai hal yang sama makanya KPK meminta diagnosa dari dokter yang menangani Hartati.

Jika saja Hartati tidak "sakit" maka sudah dapat dipastikan ia akan ditahan di hari "Jumat keramat" ini bersama politisi Golkar Zulkarnaen Djabar. Karena sebelumnya dikhabarkan sudah ada rapat pimpinan KPK yang memutuskan akan dilakukan penahanan terhadap dua politisi tersebut.

Mengapa saya mencurigai Hartati pura-pura sakit adalah karena diberitakan sakitnya adalah 'kejang-kejang'. Suatu sakit yang tidak biasa. Sakit seperti ini pada perempuan bisa jadi karena kejang menstruasi (menstrual cramps), sakit ayan, sakit jantung, dll. Tapi masa iya Hartati sakit kejang menstruasi karena umurnya sekarang sudah 66 tahun (lahir di Jakarta 29 Agustus 1946) dan kemungkinan besar sudah tidak menstruasi lagi.

Karena itu, sangat penting diagnosa dokter yang memvonis Hartati sakit tersebut diminta oleh KPK. Bisa terjadi dokter menolak memberikan diagnosa tersebut dengan alasan kode etik kewajiban menjaga rahasia pasien. Bila ini terjadi, KPK bisa meminta pemeriksaan second opinion dari dokter lain.

Jika sakit Hartati ternyata memang benar maka ia berhak untuk dibantarkan dari penahanannya guna berobat. Sebaliknya, jika sakit hartati terbukti hanya pura-pua maka setiap orang yang terlibat dalam konspirasi ini wajib dikenakan proses hukum pidana.

Kepada siapapun dokter yang terlibat dugaan konspirasi pemberian surat keterangan palsu demikian dapat dikenakan Pasal 267 KUHP dengan ancaman pidana empat tahun. Ancaman pidana yang sama bagi pihak yang memakai surat keterangan palsu tersebut.

Selain itu, dapat juga dikenakan pasal mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan sebagaimana dimaksud Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan ancaman pidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun.

Selama ini tidak pernah terdengar dokter dan pihak-pihak yang terlibat dalam drama pura-pura sakit tersangka diusut proses hukum. Harusnya diusut. Kapan perlu tersangka dikenakan pasal sangkaan lain selain sangkaan utama korupsi. Begitupun dokter yang mengeluarkan surat keterangan sakit palsu.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun