[caption id="attachment_195385" align="aligncenter" width="619" caption="Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana/Admin (Tribunnews/Dany Permana)"][/caption] PENULIS mencoba berempati pada Denny Indrayana. Juga membayangkan kegalauannya. Sebagai Wamen, Denny mungkin sekali galau dalam dua keadaan. Pertama, segan pada SBY karena kharakter politik SBY pada dasarnya tidak suka dengan bawahan yang gemar bikin gaduh. Kedua, jika ia ditetapkan sebagai tersangka maka otomatis dicopot sementara dari kedudukannya sebagai Wamen. Denny bukan "manusia ikan". Denny adalah manusia biasa. Wajar galau dengan segala kemungkinan demikian. Indikasi "kegentaran" Denny terlihat dalam dua keadaan pula. Pertama, Denny mohon dukungan dan doa dari rakyat Indonesia agar diberi kekuatan dalam perjuangan melawan korupsi. Dan, kedua, Denny meminta maaf beberapa saat setelah mengetahui dirinya dilaporkan ke polisi oleh advokat O.C. Kaligis. Mohon doa Jika Denny seorang kesatria petarung-tangguh pantang-menyerah maka ia kan menghadapi sendiri ajakan perang O.C. Kaligis dkk. Ini Denny malah minta dukungan rakyat untuk menghadapi O.C. Kaligis dkk. Sebagai seorang profesor yang tentu biasa berpikir rasional dan kalkulatif, Denny kemungkinan besar sudah mempertimbangkan konsekuensi dari kata-kata dan tindakannya. Ia telah menabuh genderang "perang" pada profesi yang di dalam "gen" dan "molekul" tubuhnya adalah perkara. Advokat hidup dari perkara. Berperkara adalah makanan advokat sehari-hari. "Saya mohon dukungan dan doa, agar tetap kuat, serta agar pejuangan ini tetap mendapat ridho dari Allah SWT. Demi Indonesia yang lebih bersih dari korupsi," ucap Denny sebagaimana dikutip antara lain oleh JPNN dan Okezone.com. Dari cara Denny menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh tindakannya sendiri--bukan ditimbulkan oleh tindakan rakyat sehingga perlu meminta pertolongan pada rakyat--memperlihatkan bahwa Denny bukan sosok petarung yang kesatria. Ia cenderung pengecut. Berani "menampar" pihak lain, giliran dibalas teriak-teriak minta pertolongan pada orang lain. Memalukan sekali tindakan seorang pejabat tinggi demikian. Ini jelas bukan contoh seorang "samurai" yang baik. Baru terancam tersangka dan dipenjara saja sudah teriak-teriak minta doa kepada rakyat seantero negeri melalui corong media massa. Sebagai aktivis selayaknya Denny mencontoh Budiman Sudjatmiko. Budiman (kelahiran Cilacap, 10 Maret 1970), pada usia kurang dari 27 tahun, pernah ditahan 3 tahun di LP Cipinang dan divonis 13 tahun penjara rezim Seoharto karena dianggap bertanggung jawab atas "peristiwa 27 Juli 1996" dalam penyerbuan kantor PDI. Bandingkan Denny Indrayana saat ini berusia 39 tahun (kelahirkan Kotabaru, Kalimantan Selatan, 11 Desember 1972). Beberapa rekan advokat mencoba mencari informasi siapa-siapa saja yang dimaksud Denny sebagai "advokat koruptor" itu. Adalah wajar sekali penasaran tentang siapa yang dimaksud Denny dengan "advokat koruptor". Jurnalis mencoba mengorek informasi pada Denny Indrayana tentang siapa saja identitas "advokat koruptor" tersebut. Ditanya demikian oleh juranlis, eh, Denny-nya malah kabur. "Nanti lagi ya," jawab Denny mengelak dan buru-buru pergi sebagaimana dikutip Okezone.com. Minta maaf Tidak menunggu lama pasca laporan O.C. Kaligis ke Polda Metrojaya (23/8) terhadap kicauan "advokat koruptor", Denny minta maaf (mengaku salah) pada kalangan 'advokat bersih' (27/8). Tidak jelas apa yang dimaksud Denny dengan istilah 'advokat bersih'. Satu dan lain hal orang bersih atau tidak dari kasus hukum haruslah melalui putusan pengadilan atau tidak pernah divonis hakim bersalah dalam kasus pidana. Adakah Denny punya data 'advokat bersih' sebelum mengeluarkan pernyataan maafnya? Tak pelak pernyataan maaf Denny yang terkesan setengah hati dan tidak serius tersebut tidak ditanggapi oleh O.C. Kaligis. Advokat senior berambut perak ini menganalogikan orang yang menampar orang lain terlebih dahulu baru kemudian mintaa maaf. "Jadi saya tempeleng dulu, Anda baru meminta maaf. Anda setuju diperlakukan seperti itu? Mohon maaf Pak Menteri, saya beda pendapat," ujar Kaligis seusai memenuhi panggilan penyidik di Mapolda Metro Jaya, Selasa (28/8/2012), sebagaimana dikutip KOMPAS.com. Dalam sudut pandang hukum, permintaan maaf merupakan bentuk pengakuan bersalah. Dalam hukum pidana pengakuan tersebut bisa menjadi alat bukti 'keterangan terdakwa' kelak di pengadilan (Pasal 184 KUHAP). Alat bukti 'keterangan terdakwa' bisa dihubungkan dengan alat bukti lain (misalnya dua atau lebih saksi, print-out kicauan di Twitter, dll), supaya memenuhi syarat minimal pembuktian (minimal dua alat bukti + keyakinan hakim). Dengan demikian sangkaan/dakwaan pada Denny berpotensi besar terbukti kelak di pengadilan andai kasus ini tak dihentikan kepolisian. Diberitakan sebelumnya, sebagaimana dikutip dari KOMPAS.com, "kicauan" Denny di situs jejaring sosial Twitter membuat gerah kalangan advokat. Denny menulis dalam tweet-nya, "Advokat koruptor adalah koruptor. Yaitu Advokat yang asal bela membabi buta, yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi". Tweet itu dipandang sejumlah pihak sebagai penghinaan terhadap profesi advokat. OC Kaligis akhirnya melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya pada Kamis (23/8/2012) pekan lalu. Denny dituding melanggar Pasal 310, 311, dan 315 KUHP juncto Pasal 22 dan 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.[] ---------------------- Referensi: JPNN, Dilaporkan ke Polisi, Denny Indrayana Minta Didoakan Okezone.com, Dilaporkan OC Kaligis ke Polisi Denny Indrayana Pasrah ---------------, Ditanya Soal Identitas Advokat Koruptor, Denny Indrayana Kabur KOMPAS.com, Denny Minta Maaf, Kaligis Tak Peduli
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H