Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aa Gym Minus Poligami

13 Agustus 2012   08:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aa Gym adalah salah satu orang yang kuanggap guru. Minus poligami, tentu saja. Ia guru tentang cara-cara berbusana yang keren dan memiliki ciri khas yang kuat. Ia juga guru cara bersikap santai di keramaian. Ia juga guru cara berkomunikasi lisan dan tulisan yang baik, energinya terpancar dari dalam.

Sudjewo Tedjo adalah guruku berikutnya. Matanya akan mendelik kuat seolah mau loncat dari sarangnya. Itulah mata orang yang luas dalam memandang hidup. Mata orang yang awas dan jelas memandang manusia dan lingkungannya. Mata yang jelas memandang manusia dan kebudayaannya.

Nelson Mandela jauh di seberang memakai baju batik kesukaannya. Ia nampak tua dan renta. Jalannya tertatih. 30 tahun ia mendekam dalam penjara. Sekeluar dari penjara ia lantas duduk sebagai penguasa dari orang-orang yang memenjarakannya. Apakah ia dendam? Tidak. Ia tidak dendam. Sebaliknya merangkul semua.

Sementara itu, Aung San Suu Kyi tersenyum berpadu padan dengan sanggul yang ditancapi bunga melati dan anggrek putih. Perawakannya nampak kurus tapi anggun, ringkih tapi tangguh. "Kau mungkin tidak pedulikan politik, tapi politik mempedulikanmu," kata Suu Kyi mengutip ucapan ayahnya, Jend Aung San, kepada seorang prajurit Junta yang menjaga rumahnya.

Suu Kyi seperti halnya Barack Obama. Keduanya adalah politisi yang menyeruak dari massa, hadir dari dan di tengah-tengah massa rakyat. Pada awalnya mereka adalah orang-orang biasa seperti warga kebanyakan, namun terus tumbuh berkat kerja-kerja politik yang kongkrit. Karenanya jangan heran mereka pandai sekali mengatakan apa yang ingin warganya dengar. Setiap kata-kata seperti obat bius.

Di bagian dunia lain, Dalai Lama duduk sambil menonton saluran televisi BBC. Ia bercerita santai dengan jurnalis Rusia yang mewancarainya. Sesekali para jurnalis tertawa mendengar banyolan Dalai Lama. Ia orang tua, tokoh politik, dan tokoh agama yang teguh pendirian dan punya selera humor yang baik. Sekarang ia telah damai setelah mengundurkan diri dari pimpinan politik Tibet.

Jreng! Jreng! Jreng! Suara gitar Iwan Fals. Suatu hari ia ketangkap kamera sedang duduk-duduk santai di Pantai Panjang, Bengkulu. Begitu carita kawan-kawan. Iwan memang gemar berpetualang ke tempat-tempat tertentu seraya sesekali menyamar supaya tak dikenali. Ia adalah tokoh besar, "utusan Tuhan", demikian kata Taufik Damas. Iwan meneriakkan kebenaran dengan segenap jiwa raga. Ia menggunakan bakat pemberian Tuhan untuk memperjuangkan nilai-nilai yang lebih tinggi, yakni kemanusiaan dan cinta. Ia tidak sekedar bernyanyi seperti seniman kebanyakan.

Pada saat menulis ini, aku sadar kawan-kawanku para Kompasianers di Kompasiana juga sedang berjibaku dengan aksara-aksara demi melahirkan kata dan kalimat. Aku menerawang teman-teman kompasianers. Hmm, beberapa diantaranya sedang mengklik 'publish' artikelnya.

Mereka semua adalah guru-guruku. Catatan: minus poligami.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun