Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ical dan Anas, Capres Paling Tak Populer

10 Juli 2012   14:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Survei opini publik biasanya untuk mengetahui tingkat elektabilitas seorang politisi, kali ini malah sebaliknya. Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), yang dipublikasikan hari Minggu (8/7) lalu, merilis dua tokoh paling tak disukai publik, yaitu Aburizal Bakrie dan Anas Urbaningrum.

Ical mendapat penolakan paling tinggi mencapai 60% responden. Disusul Anas ditolak publik mencapai 50% dari responden.

Keduanya diresistensi publik untuk dua alasan yang berbeda, setidaknya demikian seperti rilis SMRC. Ical karena kualitas personalnya sebagai politisi lemah segala-galanya, apalagi ditambah kasus Lumpur Lapindo/Sidoarjo. Sedangkan Anas karena tersangkut kasus hukum.

Opini publik ini yang menarik. Terutama bersebab telah "mengadili" kedua politisi di atas sebelum ada vonis hakim yang berkekuatan hukum tetap. Sebagaimana diketahui, belum ada vonis hakim berkekuatan hukum tetap yang membuktikan secara hukum bahwa PT Minarak Lampindo Brantas bertanggung jawab dalam semburan lumpur di Sidoarjo.

Yang ada baru sebatas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 31/M/ Tahun 2007 mengenai Pengangkatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, dan Deputi Badan Pelaksana pada Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Kedua beleid di atas mengatur biaya masalah sosial kemasyarakatan di luar peta area terdampak lumpur tanggal 22 Maret 2007, setelah ditandatanganinya Pepres ini, dibebankan pada APBN. Selain itu, biaya upaya penanggulangan semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong, dibebankan pada PT. Lapindo Brantas. Adapun biaya untuk penanganan masalah infrastruktur, termasuk infrastruktur untuk penanganan luapan lumpur di Sidoarjo, dibebankan kepada APBN dan sumber dana lainnya yang sah.

Pada sisi lain, dalam berbagai kesempatan, pihak Ical kerap membantah PT Minarak Lapindo Brantas bertanggung jawab atas semburan lumpur di Sidoarjo. Bahkan di VIVANews pernah diturunkan artikel kajian ilmiah, yang pada intinya semburan lumpur di Sidoarjo merupakan gejala alam, artikel ini berminggu-minggu nangkring di VIVANews.

Namun, anehnya, Ical pernah pula menyatakan telah mengeluarkan dana pribadi untuk korban lumpur Sidoarjo sampai Rp.9 triliun, yang dikatakannya bisa untuk mencalon presiden sebanyak tiga kali. "Jika biaya untuk jadi presiden Rp.3 triliun, saya sudah tiga kali jadi presiden," demikian lebih kurang Ical berkata.

Sementara, untuk konteks Anas Urbaningrum juga sama sekali belum ada putusan hakim yang memvonis Anas bersalah. Jangankan jadi terdakwa, jadi tersangka saja tidak (belum?). Anas baru dipanggil KPK untuk dimintai keterangan kasus Hambalang dalam kedudukan sebagai saksi.

Demikianlah "hukum masyarakat" bisa lebih tegas dibandingkan hukum negara. Sistem hukum negara belum ada mengadili kedua politisi di atas, sedangkan publik sudah duluan melakukannya. Publik selangkah lebih maju.[]

Sumber: beritasatu.com sebagaimana dikutip Yahoo.co.id dan presidenri.go.id.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun