Menarik sekali membaca artikel singkat rekan Kompasianer Taufiq bertajuk "Fast Thinker vs Deep Thinker". Menarik, baik dari segi teorinya maupun aplikasi contoh penerapan dari teori itu. Antara lain disebutkan bahwa pemimpin korup cepat mengambil keputusan bukan karena pandai, tetapi lebih karena didorong hawa nafsu dan dikejar setan. Mereka berpikiran dangkal karena tidak mempedulikan akibat dari perbuatan mereka terhadap negara, terhadap bangsa, bahkan terhadap keluarga dan dirinya sendiri. Tidak memikirkan resiko yang akan dihadapi di dunia ini, dan yang pasti di akherat kelak. Melawan korupsi mulai dari diri sendiri tentu sangat baik dengan internalisasi norma agama demikian. Selain membiasakan nalar logis akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatan korupsi, baik pada diri sendiri, orang lain maupun negara. Sehingga terbentuk budaya antikorupsi skala bangsa dari gabungan orang per orangan yang antikorupsi. Dalam pada itu, pada level kenegaraan, perlawanan terhadap korupsi sepenuhnya rasional. Tidak tergantung pada norma agama atau anasir-anasir emosional. Sepenuhnya tersistem dalam substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum aparat negara dan warga negara. Orang berotak paling korup dan paling tidak bermoral di Indonesia jika ditempatkan dalam birokrasi pemerintahan atau melakukan aktivitas bisnis di negara Finlandia dan Islandia (dua negara paling bersih dari korupsi se-jagad), kemungkinan besar tidak akan berkutik. Inilah contoh bagaimana negara dikelola dengan sistem hukum antikorupsi: gabungan substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum antikorupsi. [caption id="attachment_185292" align="aligncenter" width="495" caption="Suasana kota di Islandia. Islandia adalah negara yang sebagian tertutup oleh salju es, oleh karena itu, negara ini dinamai Iceland atau Islandia (tanah es). Negara yang berdekatan dengan Greenland ini terletak di bagian utara samudera Atlantik. Bersama Finlandia, Islandia masuk sebagai negara nomor 1 terbersih dari korupsi se-jagad dengan IPK 9,2 (2006). Sumber foto: s2.bp.blogspot.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H