Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hal Tabu dalam Duel Sampai Mati

23 Juni 2012   09:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:37 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_184108" align="aligncenter" width="300" caption="dual-reference.com"][/caption] Di Madura ada budaya Carok, di Bugis namanya Sirri, di China namanya Pibu, dan di kampungku (Padang Guci, Bengkulu) ada juga budaya semacam itu tapi tidak spesifik diberi nama tertentu. Saya sebut saja budaya di kampung itu sebagai Duel, jadi gambarannya sangat Indonesia. Duel adalah pertarungan satu lawan satu dengan senjata tajam (keris, siwar, tombak/balau) sampai salah satu tewas atau tak bisa lagi melawan. Ada pula kejadian kedua belah pihak sama-sama tidak tewas, duel berhenti dengan sendirinya karena keduanya luka berat. Bedanya dengan duel biasa, apalagi oleh anak muda zaman ini, duel di kampung zaman dahulu lebih mirip seperti carok atau sirri. Kekhasannya terletak di alasan perkelahian tersebut. Yaitu, mempertahankan harga diri sebagai lelaki. Bisa jadi karena istri "dikerjai" orang lain, anak perempuan diperkosa, harta dirampas, dan lain-lain. Lelaki yang membiarkan kehormatannya diinjak orang tidak lagi bisa disebut lelaki terhormat, kehilangan muka di kampung. Tidak ada aturan baku dalam duel tersebut. Sering terjadi saking emosinya satu pihak mendatangi pihak lain sampai ke rumah dan terjadilah perkelahian satu lawan satu di rumah tersebut. Dan, anehnya, sering kali terjadi pihak yang mendatangi yang tewas. Karena sering terjadi demikian, maka mendatangi pihak lawan ke rumah menjadi semacam tabu. Entah apa atau suatu kebetulan belaka pihak tamu sering tewas di rumah lawannya. Sekalipun pihak tamu tersebut sebelumnya sudah kondang terkenal sebagai jagoan atau jawara di kampung. Ini menjadi aneh dan semakin menguatkan tabu dalam duel mempertahankan harga diri. Karena itu, duel bisa saja disepakati ke dua belah pihak di mana tempatnya, apakah di tanah lapang, di tepi sungai, atau di kebun terpencil. Tidak boleh ada yang ikut campur. Zaman dahulu sekali pembunuhan begini sering tak terendus aparat hukum. Orang kampung seolah mendiamkan saja, paling-paling korbannya diurus secara wajar. Tidak ada upaya untuk melapor ke aparat penegak hukum. Jadinya peristiwa tragis demikian berlalu seiring waktu. Belakangan, nyaris tidak ada duel bersenjata yang luput dari aparat hukum. Pelaku pembunuhan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum, apapun alasannya. Yang tak mau melaporkan kejadian demikian bisa dikenakan pasal pidana pula.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun